"Kamu sudah besar! Jadi, selamat datang dalam pusaran lika-liku kehidupan."
"Wooy baris yang bener dong!" Laki-laki berseraagam abu yang sedari tadi nampak paling sibuk itu berteriak geram. Emosinya memuncak tak kala melihat rombongan rusuhnya yang sudah ditata sedemikian rupa malah beralih posisi dengan seenaknya.
"Gue udah bilang kan, gak mau deket sama dia! Eh, malah dideketin," balas gadis bersurai sebatas telinga itu sambil semakin menjauh dari Digo, yang ternyata baru putus dua minggu yang lalu.
"Ya kan siapa tau jodoh," balas Alan terkekeh.
"Ogah!" sahut mantan sepasang kekasih itu berbarengan.
"Jawab aja kompak! Gue yakin nih masih ada bwunga-bwunga bertebaran," sorak Bara dengan cukup heboh. Hal itu sontak menarik perhatian sebagian besar murid perempuan.
"Plis deh Bar! Muka sama kelakuan dikontras in dikit lah. Muka sok kuuul, kelakuan kayak otaknya di dengkul!" Suara cempreng tiba-tiba terdengar dari belakang Bara. Membuat murid yang masih lumayan baru itu tambah bersorak karena kaget.
"Apa loo nyambung-nyambung?! Dasar, santen instan!" balas Bara diakhiri juluran lidahnya.
"Berani loo ngata-ngatain gue?! Nama bagus gitu diganti-ganti," dumel Kara tak suka.
"Ehh, KUENYA MANA WOOOY!?" teriakan kencang dari sang ketua pasukan mengalihkan atensi mereka. Sebagian siswa yang tak mengerti rasa kebingungan Alan hanya ikut-ikutan menoleh ke sana ke mari.
"Kue apa?" tanya Digo sambil berlari mendekati Alan. Bara yang tak mau kalah langsung ikut berlari mendekati kedua temannya, "Kue apa?" tanya Bara menyusul.
"Kue itu! Yang gue beli itu!" Alan bergerak acak. Mencoba mengumpulkan ingatannya tentang tempat di mana dia meletakkan makanan manis yang satu itu.
"Tadi gue titip ke elo kan Ra?" Alan menunjuk Kara yang tengah asik mengali harta karun di belakang Bara.
"Apa?"
"Kue ituuuu! Yang buat nyambut Bian,"
Kara menggeleng. Menunjuk mantan kekasih Digo yang tengah beradu cakap dengan teman sekelasnya. "Apa?"
"Tadi gue kasih kuenya ke elo kan Yu?" Ayu menggeleng begitu mendengar pernyataan Kara. "Bukannya tadi gue kasih ke elo yaa Bar?"
Bara lantas mengedarkan pandangannya. Mencoba mencari apa yang sedang ia cari. "Gue tau gue salah," desis Bara pasrah.
"Maksud lo?" tanya Alan dan Digo kompak.
"Liat itu!"
Pias.
Semua mata membola, terkejut dengan penampakan yang saat ini mereka lihat. Rasa sesak dan sesal langsung mengerogoti hati setiap manusia yang sudah rela berpanas-panasan di bawah matahari pagi.
Rasanya miris, saat rencana yang sudah dipikirkan selama dua hari satu malam dan sudah sampai proses geladi bersih harus berakhir sia-sia.
Seluruh penghuni kelas XI IPA 3 lantas berlalu memasuki kelas, diiringi dengan sorakan menghina ke arah tiga laki-laki tak berdosa itu. Alan, Digo, dan Bara saling tatap. Prihatin dengan nasib buruk yang mereka alami.
"Setengah mati gue niup tiga puluh enem balon," ucap Digo sambil meratapi beberapa buah balon yang terbengkalai di dalam kelas. Yang niatnya akan dijadikan sebagai properti pendukung sambutan.
"Setengah hati gue ngumpulin anak-anak buat ikutan gabung," ucap Bara dengan mata yang menyorot miris penghuni kelas yang mulai berhamburan.
"Setengah jam gue ngatur barisan." Alan mengelus dadanya sabar.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARBIAN
Teen FictionSenja dan Fajar Mustahil untuk bersatu Senja di barat Fajar di Timur Dan Mentari di pihak netral Senja dan Fajar emang enggak akan bisa menyatu. Tapi bisa saling melengkapi kan? Lalu Mentari?