Ketika harapan sudah nihil untuk terwujudkan
Apa mungkin raga yang merasa tak bisa terus berusaha
Ketika perasaan menuntut untuk diadilkan
Apa mungkin raga ini harus memaksaRasa lapar ditengah malam yang menyiksa
Ragaku lelah dan malas berusaha
Tolong! Datangkan bingkisan berisi cireng yang mengenyangkan
.
.
.Gadis yang terduduk di lantai itu berdesis lirih saat kekasihnya tak sengaja menyentuh luka di tangan kirinya.
Senyum lebar langsung terlukis dari bibir sang gadis saat matanya menangkap sorot sendu dari kekasihnya.
"Gak papa kok Bi."
Laki-laki itu menggeleng dan tetap membantu gadisnya untuk berdiri.
Usapan lembut langsung didapat oleh Rumi setelah tubuhnya beralih menjadi berdiri. Bibir mungilnya terus melengkungkan senyum lebar.
"Putusin dia!"
Bian menoleh ke arah suara itu. Matanya menatap nyalang sosok laki-laki yang memiliki sedikit kemiripan fisik dengannya.
Bian berdecih kasar. Kakinya melangkah mendekat ke tempat dimana sang kakak berdiri.
"Lo bilang apa?"
Suara Bian nampak datar. Matanya semakin menajam. Menyiratkan rasa kecewa yang mulai merombak bersama amarah yang meluap.
"Putusin cewek itu!"
Tangan yang terangkat untuk menunjuk gadis yang berdiri dibelakang Bian itu langsung ditepis kasar.
"Gak akan."
"Dia itu bukan cewek baik-baik Bi! Dia udah bawa pengaruh buruk buat elo."
Lagi-lagi Bian bedecih. Sebelah sudut bibirnya terangkat. Semakin memperkuat aura sinis yang laki-laki itu coba keluarkan.
"Atas dasar apa lo ngomong gitu hah?!"
Tama diam bola matanya bergerak tak tentu arah. Otaknya berpikir keras untuk menyeleksi setiap argumen yang mungkin bisa untuk menguatkan pendapatnya.
"Gak bisa jawab? Sampah!"
Setelah memberikan dorongan ringan di dada sebelah kanan sang kakak Bian langsung menarik tangan Rumi. Berjalan menjauhi koridor kamar mandi yang menjadi tempat perseteruan mereka.
"Bian?"
Laki-laki itu menoleh. Hatinya seketika bersesir menyaksikan wajah sendu sang kekasih.
"Udah gak usah dipikirin Rum!"
Rumi menggeleng. Kepalanya mendongak memandang wajah sang kekasih dengan sorot mata yang menyiratkan betapa tertekannya gadis itu saat ini.
"Gue bukan cewek baik ya?" lirih Rumi.
Gelengan keras langsung menyambut ucapan gadis itu.
"Elo cewek baik Rum."
"Tapi gue udah bawa pengaruh buruk buat elo."
"Lo ngomong apasih?"
Kini giliran gadis itu yang menggeleng. Wajahnya semakin nampak lesu. Kedua tangannya bertautan di depan badan. Saling memilin satu sama lain, berusaha untuk meredam gejolak yang semakin marak dalam batinnya.
"Gue gak bisa Bi!"
Bian seketika mematung. Otak pintarnya berusaha mencerna ucapan yang terlontar dari gadis di hadapannya ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARBIAN
Teen FictionSenja dan Fajar Mustahil untuk bersatu Senja di barat Fajar di Timur Dan Mentari di pihak netral Senja dan Fajar emang enggak akan bisa menyatu. Tapi bisa saling melengkapi kan? Lalu Mentari?