13. Sabtu malam

109 35 87
                                        

Sabtu malam. Waktu dimana mereka yang memiliki status 'pacaran' bersorak gembira. Karena hari ini adalah waktu bersenang-senang mereka.

Di rumah megah yang dihuni dua manusia tampan itu terlihat seorang perempuan dengan baju warna merah muda ketat yang dipadukan dengan rok putih sebatas lutut.

Rambut hitam panjangnya dibiarkan tergerai menutupi bahu mungilnya.

Sempurna dan cantik. Setiap orang yang melihat gadis itu pasti akan terpikat dengan pesonanya.

Tiba-tiba derap kaki terdengar. Membuat perhatian gadis itu langsung tertuju pada sosok tampan yang mengenakan jaket kain berwarna coklat tua.

"Bian?"

Panggil sang gadis dengan suara yang terdengar cukup ceria. Setelah Bian berdiri di depannya gadis itu ikut berdiri. Mensejajarkan tingginya. Walau jelas tak akan sejajar.

"Lo. Cantik bener deh. Tumben?"

Gadis itu mendecih. Mencubit perut Bian yang langsung dihadiahi dengan ringisan kecil dari mulutnya.

"Inget Rumi woooy!"

"Gue mah setiap saat selalu inget dia. Belahan jiwa gue."

Bian tertawa keras.

"Alay."

Sasa--gadis itu kembali mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruang tengah rumah Bian. Dan tentu saja langsung di ikuti sang empunya rumah.

Gadis yang selalu terlihat cantik itu mengamati tangga yang menghubungkan lantai satu dengan lantai dua.

"Tama mana sih? Lama banget."

"Lo kayak gak tau Tama aja. Mandinya beuuuh. Lama amat!"

Sasa mengangguk kan kepalanya setuju. Kembali memandang Bian dengan pandangan yang menelisik dari kepala hingga ujung kaki.

"Lo mau kemana sih? Tumben-tumbenan rapi banget."

Bian tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putihnya. "Mau sabtu malaman dong sama Rumi!"

Tiba-tba seperti ada bohlam lampu yang menerangi kepala Sasa. Gadis itu menepuk pahanya sekali sambil memanggil Bian dengan suara yang melengking.

"Gue baru inget. Tadi itu gue nungguin elo. Ada hal penting yang harus lo tau."

Bian yang masih sibuk menggosok-gosokkan telapak tangannya ke kedua telinga hanya bergumam seadanya.

Sementara sabahat dari kekasihnya ini sudah mulai berancang-ancang untuk bercerita.

"Gue ngerasa Rumi nyembunyiin rahasia. Entah itu sama gue doang. Atau elo juga. Gue kurang tau."

Bian menoleh ke arah Sasa. Menautkan kedua alisnya bingung. Rahasia apa?

"Lo pernah gak sih ngeliat Rumi dapet kertas kertas kecil gitu. Semacam surat kaleng?"

Bian bersorak. Raut wajahnya nampak terkejut sekaligus serius. Menatap Sasa dengan sorot yang Sasa sendiri sulit mengartikannya.

"Lo tau kalo Rumi dapet gituan?"

Sasa mengangguk. Dirinya nampak berpikir sambil mengaruk keningnya.

"Beberapa kali. Eh lebih tepatnya tiap hari."

Kini kernyitan halus nampak bertengger di dahi Sasa. Gadis itu terlihat sedang berpikir dengan sangat keras.

"Waktu itu gue pernah mergokin dia lagi buka salah satu lipatan kertas yang dia dapet di selipan bukunya. 'Menjauh' yang gue bisa baca itu sih. Dan kalo gue tanya pasti dia selalu jawab gini 'bekas contekan gue Sa hehehehehehe'."

ARBIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang