08. Smssss

137 67 19
                                    

Berucap tanpa kalimat
Berderai tanpa air mata
Aku rapuh;(

Laki-laki berparas tampan dengan setelan baju santai itu tengah duduk di depan meja belajarnya. Tangannya sesekali mencoretkan pena bertinta hitam di atas buku yang berada di hadapnya.

Matanya menelisik soal matematika di hadapannya dengan serius.

Otaknya berpikir keras untuk menemukan rumus dari soal yang diberikan oleh gurunya.

Ya, beginilah nasib seorang siswa kelas XII. Semakin dekat jarak menuju ujian. Maka semakin banyak pula ujian dari guru mapelnya.

Kepala laki-laki itu seketika menoleh saat mendengar derit daun pintu yang beradu dengan lantai. Di sana seorang pria remaja tengah berdiri dengan wajah datar.

Pria itu balas memandang Adiknya dengan pandanganndatar. Setelah puas kepalanya di alihkan lagi, menunduk menatap rentetan soal yang sudah mengantri untuk diselesaikan.

"Makanannya udah gue siapin. Lo tinggal makan aja," papar Tama datar.

Di sela-sela tangan yang menggoreskan tinta di lembar bukunya laki-laki itu bersuara tanpa beralih menatap sang adik yang kini sudah berdiri di belakangnya.

"Gue gak suka cara lo Bang," ucap Bian sedikit keras.

Kernyitan menghiasi dahi laki-laki yang tengah duduk di balik meja belajar itu. Kemudian gerakannya berhasil membuat kursi yang didudukinya berbalik. Berhadapan dengan sang Adik.

"Apa?"

"Gue gak suka lo ngusik Rumi."

Tama mendecih sambil memandang sang Adik denga  tatapan meremehkan. Beranjak dari duduknya kemudian menghampiri ranjang dan duduk dengan tenang di atasnya.

Melihat Tama yang beralih tempat duduk. Bian pun ikut beralih. Membalikkan badannya agar dapat menghadap sang kakak.

"Ngadu apa dia sama lo?" tanya Tama sarkas.

Hembusan napas kasar Bian terdengar bersahutan dengan napas tenang milik Tama.

Pandangannya lagi-lagi berubah menajam, membuat Tama dibuat berdecih karenanya.

"Cuma gara gara dia, lo sampek natap Abang lo dengan tatapan seperti itu Arbian?"

Tama menguarkan suaranya dengan nada yang dibuat-buat. Dan hal itu sukses membuat Bian mengumpati sang Kakak dalam hati.

"Gue kan udah pernah bilang. Elo boleh gak suka sama pacar gue, tapi jangan pernah lo ngusiks hidup dia Bang."

"Tukang ngadu aja lo pacari," kata Tama yang sontak membuat hati Bian meronta tak terima.

Bian mendelik kesal. Dadanya bergemuruh kencang mendengan penuturan Kakaknya barusan.

"Enak aja lo bilang pacar gue tukang ngadu," balas Bian marah.

"Emang bener kan? Lagian gue udah bilang gak sengaja, gue juga udah minta maaf. Kurang apa coba?"

Tama menaikkan kedua alisnya, bermaksud menantang sang Adik yang terlihat kicep di tempatnya.

Seperkian detik kemudian Bian berbalik dan berjalan mendekati pintu kamar. "Kapten basket kok bisa salah lempar," sindir Bian saat tangannya sedang memutar knop pintu. Kini giliran Tama yang mendelik kesal karnanya.

"Kapten basket juga manusia kalik," umamnya pelan.

Setelah kepergian Bian, Tama merebahkan tubuhnya di atas ranjang, dengan kaki yang menapak di atas lantai.

ARBIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang