^Dia emang buruk, penuh kekurangan.
Tapi buakan berarti kalian bisa jelekin dia.
Karena yang boleh jelekin dia, cuma gue. Muahahahhahahahahaha.^
.
.
.
.Sepasang remaja memasuki kantin yang masih lumayan sepi. Hanya ada beberapa atau mungkin hampir semua teman sekelas Rumi yang baru meloloskan diri dari jam kosong.
Di sana juga nampak beberapa anak basket yang tengah berkumpul sambil berbincang. Dilihat dari baju dan rambut mereka yang agak lepek. Dapat dipastikan beberapa laki-laki itu habis berlatih di lapangan.
Rumi dan Bian mulai menelisik seluruh isi kantin. Mencari tempat duduk yang tidak membosankan dan tidak terlalu ramai.
Setelah berdiskusi lewat lirikan mata. Kedua manusia itu memutuskan duduk di dekan penjual bakso.
Rumi duduk anteng terlebih dahulu. Sementara Bian yang berperan sebagai laki-laki sejati bertugas memesan makanan.
"Nih. Penghilang cegukan."
Bian menyodorkan semangkuk bakso beserta segelas es teh ke hadapan Rumi. Jelas saja Rumi meresponnya dengan sangat senang.
"Kok pakek bihun?"
"Kok pakek ijo ijo?"
"Kok pakek bawang goreng?"
"Kok pakek mi kuning?"
"Kok pakek kuah?"
Rumi mulai menyuarakan isi hatinya sambil memasukkan bumbu-bumbu pelengkap ke dalam mangkuknya. Mengaduk dengan harapan setiap apa yang ditambahkan bisa memperenak rasa makanan.
Bian awalnya diam. Enggan menjawab ucapan kekasihnya atau bakso di hadapannya akan teranggurkan.
Setelah mengalami perdebatan dengan batinnya sendiri. Bian membalas ucapan Rumi karena merasakan sedikit rasa geram dengan gadis aneh di hadapannya.
"Ngak sekalian, kok pakek pentol?" tanya Bian sedikit ngegas.
Rumi mendongak dengan mulut yang sibuk mengunyah. Memandang Bian sesaat sampai makanan di mulutnya tertelan dengan sempurna.
"Teeruuus gue makan mangkuk gitu? Yakaleee."
Bian menggeleng. "Makan bangku."
Cibiran mulai terdengar dari bibir Rumi. Membuat Bian sedikit tersenyum.
Rumi itu kalo senyum jelek. Tapi, kalo lagi jelek malah cantik.
Kalimat itu adalah kalimat andalan dan kalimat yang mendatangkan musibah bagi Bian.Karena setiap kalimat itu terucap. Minimal satu tendangan di tulang kering yang Bian dapatkan dari kedua sahabatnya dan Sasa tentunya.
"Bakso itu aneh ya Bi."
"Yang aneh itu elo."
Duk
Bian meringis ngilu saat merasakan tulang keringnya ditendang dengan seenak jidat oleh Rumi.
"Bian?"
"Apa?"
"Bakso itu aneh yaa Bi," ucap Rumi sambil tetap mengunyah makanannya.
Seketika Bian merasa gerah karena terlalu geram. Memasang wajah yang paling malas lalu membalas ucapan Rumi.
"Lebih aneh elo."
Lagi.
Tulang kering Bian lagi-lagi merasakan ngilu yang sukses membuat ringisan kembali terdengar dari bibir Bian.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARBIAN
Novela JuvenilSenja dan Fajar Mustahil untuk bersatu Senja di barat Fajar di Timur Dan Mentari di pihak netral Senja dan Fajar emang enggak akan bisa menyatu. Tapi bisa saling melengkapi kan? Lalu Mentari?