40. Helza Pingsan

18 2 0
                                    

HAPPY READING♥️

Jangan menyalahkan ini semua sudah menjadi skenario-Nya.

•••

"Anak ibu mengalami luka yang sedikit parah, hanya saja bagian lutut yang terbentur sedikit retak dan memakan waktu untuk pemulihan dan banyak juga luka gores dibagian kaki dan tangan. Jadi anak ibu butuh rawat inap beberapa hari hingga pulih. Yang sangat menguntungkan adalah anak ibu memakai helm, jika tidak saya tidak bisa menjamin keselamatannya."

Riska yang mendengar penjelasan dokter mengucap syukur karena meskipun butuh perawatan inap, tapi setidaknya kondisi Zaldan tidak terlalu mengkhawatirkan.

"Boleh saya melihat anak saya, Dok?"

"Boleh, tapi anak ibu akan di pindahkan ke ruangan inap terlebih dahulu."

Riska mengangguk paham.

"Baik dok, saya ucapkan terimakasih banyak, dok. Permisi," ucap Riska kemudian keluar ruangan.

"Zaldan gapapa kan, Tan?"

"Engga apa-apa, Zaldan hanya perlu beberapa hari untuk rawat inap dan juga ia akan segera di pindahkan."

Setelah itu dokter yang tadi menangani Zaldan keluar dari ruangan memberi instruksi pada suster nya untuk membawa Zaldan ke ruang inap.

Tubuh Zaldan tak berdaya dan beberapa perban menempel di tubuhnya.

Bella dan Giska yang melihat itu menahan isaknya. Pasalnya ini pertama kalinya Zaldan seperti ini. Sedangkan Rafi dan Rezal berusaha memenangkan Bella dan Giska.

"Permisi, Bu. Ibu boleh mengurus administrasinya di depan," ucap suster yang tak mendorong brankar yang dimana Zaldan berada.

"Baik, Sus. Terimakasih."

Suster tadi mengangguk sopan dan mengikuti langkah rekannya yang membawa brankar tadi menuju ruang inap.

"Kalian duluan ke sana, Tante mau bayar dulu administrasi."

"Mah, Giska ikut mamah."

Riska mengangguk, membuat Giska mendekat pada sang Ibu.

"Ya sudah, Tante titip Zaldan."

"Iya, Tan."

Setelah di rasa cukup, Riska bersama Giska bergegas menuju administrasi sedangkan Bella, Rafi dan Rezal menuju ruang inap Zaldan.

Sedangkan Helza yang baru saja tiba di rumah sakit dimana Zaldan di rawat berlari tergesa-gesa menuju ruangan yang sudah ia tahu dari Rafi.

"Gue mohon, Dan. Lo kuat."

Di sela-sela ia berlari tak henti-hentinya mulutnya merapalkan doa agar Zaldan baik-baik saja.

Lima menit berjalan akhirnya Helza sudah berada di depan ruangan VVIP dimana Zaldan dirawat.

Ia belum masuk, ia belum siap melihat Zaldan yang terbaring tak berdaya.

Semua pikiran negatif memenuhi pikirannya, ia tak bisa berpikir jernih untuk saat ini. Tak terasa air matanya mengalir membasahi pipinya.

Helza menyeka air matanya, ia harus kuat demi Zaldan. Zaldan butuh Helza.

Ceklek.

Yang pertama kali Helza liat adalah tubuh Zaldan yang berbaring, kemudian Rafi yang duduk di sofa dan terkahir Bella yang terisak di pelukan Rezal.

"Hel."

Rafi menghampiri Helza.

Bagaimana pun Helza jelas terluka.

"Ini semua gara-gara gue," ucap Helza seraya menatap Zaldan sendu bahkan mata nya sudah berkaca-kaca, tinggal kedipkan maka air mata nya akan menetes.

Bella tak kuasa melihat Helza, ia masih setia memeluk Rezal.

"INI SEMUA SALAH GUE! COBA AJA GUE IKUT MUNGKIN INI GAK AKAN GINI! INI SEMUA SALAH GUE! ZALDAN GINI GARA-GARA GUE!" teriak Helza seraya memukul dadanya sesak.

Andai saja tadi ia ikut bersama Zaldan, mungkin Zaldan tidak akan seperti ini.

Bella yang mendengar itu bangkit dan menghampiri Helza kemudian memeluknya erat.

"Tenang, Za. Tenang."

"INI SEMUA SALAH GUE BELL, KALAU AJA GUE IKUT SAMA ZALDAN MUNGKIN GAK GINI CERITANYA."

Helza berontak dipelukan Bella.

"Tenaga Za, tenang."

"Gak, Bella. Ini semua salah gue," lirih Helza tak lupa ia semakin berontak di pelukan sang sahabat.

Hingga Helza merasa tubuhnya lemas bahkan kepalanya pusing, tak lama kemudian semuanya gelap.

Helza pingsan.

"Helza pingsan, Kak."

Rezal segera bangkit dan membawa Helza ke sofa untuk ditidurkan.

"Helza Kak, Helza."

Bella membekap mulutnya sendiri, ia tak kuasa melihat semua ini.

"Tenang, Bell. Helza cuman syok aja. Biarin dia istirahat dulu," ucap Rafi dengan tangan yang mengusap pundak Bella.

•••

Setelah dua jam berlalu Helza bangun dan bahkan Zaldan sudah bangun satu jam sebelum Helza bangun. Meski keadaan Zaldan belum stabil, tapi setidaknya ia sudah sadar.

"Engh...."

"Udah bangun, Za?" tanya Bella kemudian menyodorkan gelas berisi air putih dan diterima baik oleh Helza karena memang tenggorokannya sangat kering.

"Gue dimana?" tanya Helza yang dirasa minumnya sudah cukup.

"Lo di RS," jawab Bella.

"Gue kenapa?" tanya Helza yang memang belum bisa mengingat apa yang terjadi dua jam lalu.

"Zaldan kecelakaan," jawab Bella pelan membuat Helza ingat semuanya.

Setalah itu Helza berdiri dan menghampiri ranjang Zaldan.

"Udah bangun?" tanya Zaldan.

Helza mengangguk pelan, bibirnya tersenyum manis meskipun tatapannya terbilang sendu.

"Sini," ucap Zaldan seraya menepuk sisi ranjang nya yang memang kosong.

Helza menghanpiri kekasihnya kemudian duduk di kursi yang sudah berada di pinggir ranjang Zaldan.

"Jangan nangis," kata Zaldan yang melihat mata sang kekasih yang sudah mulai merah.

Helza menggeleng kemudian menggenggam erat tangan Zaldan, "Maafin aku."

Zaldan tersenyum seraya menggeleng, tidak ini bukan salahnya. Ini semua kesalahan dirinya yang tidak melihat lampu lalulintas yang berubah menjadi merah.

"Bukan salah kamu, Bee."

"Gak, ini salah aku. Coba aja aku ikut mungkin ini sem---" Zaldan mengentikan ucapan Helza dengan meletakan telunjuknya ke bibir Helza seraya menggeleng pelan.

"Semua udah terjadi, Za. Ambil hikmahnya ya?" Helza membawa tangan Zaldan yang tadi Zaldan gunakan untuk menghentikan ucapan Helza ke genggamannya.

"Cepet sembuh ya?"

Zaldan mengangguk seraya tersenyum meyakinkan kekasihnya.

"Nanti aku yang bakal jagain kamu. Tapi kamu janji bakal sembuh cepet kan katanya kita mau hiking terus kan bentar lagi camp."

Zaldan yang mendengar itu cukup terpukul karena bagaimana pun semua rencana yang sudah direncanakan akan hancur karenanya.

"Sabar ya sayang."

Helza mengangguk kemudian mengecup punggung tangan Zaldan yang sedari tadi ia genggam.

Bella yang menyaksikan pun ikut terharu, meskipun Bella bukan kekasih Zaldan, tapi ia merasakan pedih yang Helza rasakan.

"Ya Allah semoga Zaldan cepet sembuh."

BEL - ZAL ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang