Seberapa kita berusaha, tanpa ada campur tangan Sang Maha Kuasa akan sia-sia saja.
***
---
Fi selalu dibuat kagum dengan datangnya pagi di kompleknya. Kicauan burung yang saling bersahutan membuat melodi pagi semakin indah. Sementara, semburat fajar dari ufuk timur memancarkan lukisan indah Sang Pencipta alam di langit biru yang luas. Di jendela, Fi menghirup kesegaran udara dengan sedalam-dalamnya.
Sepagi ini, Fi sudah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Membenarkan kerudung putih yang semula melingkar di atas bahunya sekarang dibuat turun menutupi dadanya. Setelah itu, ia bergegas untuk menata buku pelajaran hari ini.
Ketukan pintu kamarnya mulai terdengar. Fi yang tengah menata buku menjadi terkesiap dan menoleh ke arah pintu kamarnya. Di sana, tampil sosok wanita paruh baya yang biasa ia sebut dengan umi. Ya, Isma yang berdiri di depan pintu. Fi hanya tersenyum lalu kembali lagi pada aktivitasnya.
Isma berjalan mendekati anaknya yang berada di dekat meja belajar sambil berkata, "Loh, sudah bangun anak umi tercantik?"
"Iya, Umi. Selamat Pagi." Fi menoleh sebentar dengan senyuman lalu kembali fokus menata buku.
"Tumben, pagi-pagi begini udah bangun. Udah siap pula."
"Iya, Umi. Ada ulangan. Aku ada janji sama Nadiah buat belajar bareng di sekolah."
Ya, hari ini adalah hari yang sudah dijanjikan guru matematikanya untuk ulangan harian. Nadiah juga sudah memintanya untuk datang lebih awal demi belajar bersama. Lagi pula, Fi juga belum menguasai materi seluruhnya daripada Nadiah.
"Ya sudah, Umi tunggu Fi di bawah, ya. Sarapan dulu, loh. Biar ada energi untuk ngerjain ulangannya."
Fi hanya mengangguk. Selepas itu, Isma mendaratkan tangannya sebentar ke kepala Fi dan membelainya halus. Lalu, Isma keluar kamar Fi untuk menyiapkan sarapan pagi ini.
Buku-buku pelajaran sudah terkumpul sesuai jadwal. Tangan kiri Fi mengambil tas yang ada di kasurnya, sedangkan tangan kanan bersiap-siap untuk memasukkan buku-buku tersebut di dalam tas biru langit favoritnya.
Fi keluar kamar dan sudah di hadapkan dengan anak tangga. Ia pun menuruninya satu persatu dengan perlahan.
Di bawah, tepatnya meja makan sudah ada Fadli yang tengah melahap sarapannya. Fi menghembuskan napas perlahan dan berharap tak akan ada perdebatan di antara mereka seperti hari sebelumnya.
"Pagi, anak Abi yang termanis." Fadli menyapa Fi, ketika ia tahu Fi sudah ada di hadapannya.
"Sini, duduk sebelah Abi," ucap Fadli. Tangannya pun menepuk-nepuk kursi kosong di sampingnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to Istiqomah [END]
Spiritual"Ketika kamu merasakan kesulitan untuk istiqomah, ingatlah kelak kamu akan menemukan sebuah akhir yang indah." --- Lahir dari keluarga kaya memang menyenangkan. Sejak kecil bergelimang kemewahan. Selalu diselimuti kemanjaan. Apa yang diinginkan ting...