Warning! Nyaman itu jebakan.
***
---
Sebenarnya, Fi bingung dengan sikap Nadiah selepas istirahat tadi. Biasanya, Nadiah akan mengoceh panjang lebar atau mengajak Fi bercanda. Tetapi, di sisa jam pelajaran tadi Nadiah hanya diam atau memejamkan matanya.
Fi sudah sempat menegur tadi. Gadis itu bertanya, apa yang membuat Nadiah menjadi demikian. Namun, Nadiah justru menyodorkan satu bungkus nasi goreng untuk sahabatnya itu tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Bel pulang sekolah berbunyi. Di sisa jam sekolah hari ini, hanya Fi lalui dengan bungkam dan diam-diam berbalas pesan dengan Dareen.
Dareen : Pulang bareng, yuk? Aku ke kelas kamu, ya.
Selengkung senyum terbit dari bibir gadis manis itu. Ia ingin mengiyakan ajak Dareen, hanya saja ia kepikiran tentang Nadiah. Bagaimana kalau gadis itu memergokinya boncengan dengan Dareen? Bagaimana kalau Nadiah marah?
"Aku ada kumpul rohis hari ini, Fi. Kamu kalau mau pulang bareng Dareen terserah."
Fi membulatkan matanya. Ia terkejut bagaimana Nadiah bisa tahu? Sontak saja Fi mendongak. Menatap Nadiah dengan tatapan tak menyangka.
Sedangkan Nadiah hanya menatap Fi datar. "Kamu nggak perlu diem-diem. Aku udah tau semuanya," ungkap Nadiah pelan, tapi tegas
Fi mengulum bibir ke dalam. Bingung hendak bereaksi seperti apa.
"Kamu kenapa memilih jalan ini, sih, Fi? Bukannya, kamu sendiri yang bilang kalau kamu nggak mau pacaran? Umi sama abimu tau soal ini?" cerca Nadiah.
Fi menghela napas pelan. Gadis itu meraup wajahnya frustasi. "Nggak tau, Nad. Aku nyaman sama Dareen. Aku pikir dia anak baik-baik. Lagian, kita juga nggak macem-macem, kok,"
Nadiah diam. Pelan-pelan, ia berbalik. Menatap Fi seutuhnya. Ia mengangkat tangannya dan meletakkan ke bahu Fi. "Aku nggak mau kamu salah jalan, Fi," lirihnya.
Fi menelan salivanya susah payah. Hatinya agak tersentuh mendengar nada ketulusan dari mulut sahabat baiknya itu. "Nad...."
"Katamu, pacaran cuma buang-buang waktu kan, Fi?"
Fi masih diam. Tiba-tiba dalam pikirannya terbesit satu akal. Mungkin, ini bisa meredam emosi Nadiah sedikit.
"Aku bakal putusin dia, Nad," putus Fi.
Giliran Nadiah yang dibuat bungkam kini. Tangannya kini sudah lepas dari kedua bahu Fi. Sedangkan Fi berdiri dari tempat duduknya. "Demi persahabatan kita, Nad, aku bakal putusin dia. Maafin aku, ya, Nad."
Nadiah tersenyum. Hatinya lega luar biasa mendengar keputusan sahabatnya itu. Tangan Nadiah terjulur mencubit pipi Fi gemas. "Iya, Fi. Ya udah aku rohis dulu, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to Istiqomah [END]
Spiritual"Ketika kamu merasakan kesulitan untuk istiqomah, ingatlah kelak kamu akan menemukan sebuah akhir yang indah." --- Lahir dari keluarga kaya memang menyenangkan. Sejak kecil bergelimang kemewahan. Selalu diselimuti kemanjaan. Apa yang diinginkan ting...