32. Perpisahan

232 26 3
                                    

Perpisahan, bukan berarti berhenti berteman.

***

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---


Mungkin, inilah yang Fi inginkan ketika dulu ia baru saja mengenal lingkungan pondok ini. Selalu saja menjadi mimpi gadis cantik untuk segera lulus dari pesantren ini.

Tapi, hari ini. Rasanya bumi berputar lebih cepat daripada biasanya. Detik berganti ke menit, menit berganti ke jam, dan jarum jam selalu menunjukkan berlalunya itu semua.

Fi tak pernah menyangka dirinya bisa kuat lagi. Bisa bangkit untuk menapaki jalan yang lebih tinggi. Mungkin lebih terjal. Tapi, Fi tetap yakin bahwa segala rintangan pasti dapat ditaklukkan oleh orang-orang yang sabar dan terus bertawakal.

Jatuh bangkit lagi. Itulah Fi yang sekarang. Walaupun dulu hidupnya pernah kelam, sekarang hidupnya terang. Berkat agama yang menjadi utama dalam kehidupan. Dan berkat ujian dari Tuhan, ia bisa merasa sebahagia ini karena menemukan sahabat sholehah dan pengalaman di pondok pesantren ini.

"Fi? Kok bengong?" ujar Indira lagi setelah lamanya Fi tak sadar dari lamunannya.

"Eh, apa, Ra?" tanya Fi bingung.

"Kok ada Lyana di sini? Dari kapan?" tambahnya ketika mendapati Lyana ada di depannya.

Tidak ada yang menjawab sekalipun ucapan Fi. Tapi, mereka tersenyum melihatnya yang sekarang.

"Aku bangga sama kamu, Fi! Aku bangga banget punya sahabat seperti dirimu." Suara itu terdengar tulus dari wanita yang tak kalah cantiknya dengan Fi. Lyana mendekat lalu memeluk Fi erat.

Semua penghuni kamar nomor 8 terharu dengan suasana kali ini. Tak segan, mereka juga ikut memeluk Fi bersama-sama hingga membuat tubuh Fi tenggelam dipelukan kebahagiaan.

Sesaat kemudian, pelukannya terlepas. Mata yang selalu menatap indahnya surga dunia di pondok pesantren, mata yang biasanya selalu mengeluarkan sebening air ketika kajian yang menyentuh hati, kali ini berlinang air mata kembali.

Rasanya tidak ingin berpisah. Rasanya tidak ingin jauh. Karena persahabatan mereka sudah saling melekat dalam jiwa.

"Eh, jangan pada nangis gini, dong," cicit Fi.

Disa yang duduk di samping Fi itu menghapus air matanya. "Nggak nyangka, ya. Kita bareng-bareng terus selama ini. Tapi, sekarang harus berpencar demi meraih cita-cita yang sudah kita rakit dulu."

"Banyak yang kita lakuin bareng disini. Buat Fi, Dinda, dan Disa kalian jangan lupain kita ya. Teman bertempatkan cerita." Mira mulai bersuara.

"Tempat berbagi suka maupun duka," tambah Husna.

"Tempat dimana kita selalu bersama. Dan belajar menuntun agama bersama untuk menggapai ridho-Nya," tambah Indira.

"Semoga kita bisa berkumpul di surga-Nya, ya," tambah Lyana.

Back to Istiqomah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang