22. Teman Sekamar

248 29 1
                                    

Kita harus bersyukur masih memiliki yang lengkap. Karena, diluar sana rindu akan keluarga yang lengkap.

***

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

Warna langit jingga kini tergantikan oleh gelapnya malam. Lembayung yang indah hanya hadir sementara lalu pergi begitu saja dengan janji hari esok akan kembali menyapa. Dan malam, selalu menepati janjinya untuk memunculkan bintang dan bulan yang mengindahkan langit semesta. Walaupun mendung sekali pun.

Jadwal di pondok sudah selesai. Setelah melaksanakan ibadah sholat isya, tak ada agenda lagi. Para santriwati pun sudah di dalam kamar mereka masing-masing.

Ruang kamar yang tak begitu besar namun muat 8 orang membuat ruangan tak begitu sepi. Seperti kamar yang ditempati Fi. Ada saja yang menghidupkan malam hanya untuk bercerita. Walaupun, menggunakan bahasa mereka sendiri ketika malam hari, yaitu berbisik-bisik.

Fi menghentikan aksi menata kasurnya ketika sebuah suara yang memanggil dirinya menyapa kupingnya. Suara itu tak asing lagi pada gadis cantik seperti Fi. Suara yang tak begitu keras dan lembut namun sedikit serak itu tak salah lagi kalau bukan berasal dari Disa.

Fi beranjak dari duduknya, lalu berjalan sedikit untuk melihat wajah temannya yang tidur di kasur atas. "Apa, Adisaa?"

Sambil menuruni anak tangga dengan senyum yang sumringah, ia pun segera duduk di kasur milik Fi. "Aku mau ceritaaa," ucapnya mengayun.

"Hayo, ada yang lagi kasmaran, nih." Mira yang tadinya sedang menata pakaiannya di lemari pun turut bersuara.

Disa terkekeh malu ketika harus mengingat kejadian tadi sore ketika ada jadwal piket di rumah ndalem. Rasanya, baru sedetik yang lalu ia merasa bahagia. Entah apa yang membuatnya sebahagia itu.

Mira pun mendekat dan duduk di samping Indira setelah selesai menata pakaiannya. Sedangkan Indira terkejut ketika sebuah tangan telah mendarat di bahunya, tanpa ada suara langkah sebelumnya.

"Astaghfirullah!"

"Kamu kenapa, Ra?" tanya Fi dan Disa bersamaan.

"Kenapa astagfirullah? Aku bukan setan lho!" ucap Mira sembari memanyunkan bibirnya.

Indira menggeleng dan tersenyum. "Kamu sih. Aku kaget. Orang lagi nata bantal mau bobok cantik juga."

"Iya nih, Mira," cibir Disa.

"Haha, aku kira apan lho," ucap Fi.

Mira menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. Sambil meringis ia pun meminta maaf dan minta izin untuk duduk di samping Indira. Dan Indira mengangguk sebagai tanda memperbolehkannya.

Mereka saling bertatap muka. Menatap dengan penuh tanda tanya. Apakah yang akan Disa ceritakan?

"Tadi, pas di rumah ndalem, aku nggak sengaja nabrak Gus Irkham-"

Back to Istiqomah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang