19. Percobaan Kabur

233 37 12
                                    

Aku bosan, tolong biarkan aku pergi.

***

Selama tiga hari menjadi santri disini, hanya ada dua agenda yang benar-benar Fi sukai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selama tiga hari menjadi santri disini, hanya ada dua agenda yang benar-benar Fi sukai. English intensiv dan juga tidur malam. Sejak kecil, Fi memang sudah menunjukkan minat dan bakatnya pada bahasa Inggris.

Apalagi, Fi bertekad untuk melanjutkan kuliah di negeri orang. Tapi, sekarang impian Fi mendadak mulai pudar. Apa masih bisa ia kuliah di luar negeri? Sudahlah. Rasanya, Fi tidak mau berharap tinggi-tinggi. Fi tidak siap untuk jatuh.

Dua agenda yang paling disukai Fi, sayangnya harus menunggu lama untuk melakukannya.

Tidur malam. Tentu saja paling disukai Fi. Gadis itu bisa merehatkan pikirannya yang lelah. Mengistirahatkan tubuhnya yang penat karena seharian mengikuti agenda.

English intensiv. Sayangnya, ini hanya ada pada hari selasa dan kamis. Waktunya, sepulang sekolah formal. Fi senang memelajari kosa kata bahasa inggris.

Selain hal yang disukai Fi, ada pula hal yang tidak disukai Fi. Yang sayangnya harus Fi lakukan sekarang.

Bersih-bersih area pondok pesantren.

Setelah english intensiv dan sholat ashar, para santri ada agenda untuk bersih-bersih area pondok pesantren selain yang mendapat jatah piket ndalem.

Piket ndalem ini maksudnya adalah membantu ibu nyai di kediamannya. Memasak, beres-beres, dan sebagainya. Tidak sembarang orang bisa masuk ke sini. Hanya keluarga pak kyai, cah ndalem, dan beberapa anak yang mendapat jatah piket ndalem.

Fi mengusap wajahnya yang berkeringat. Ia tidak pernah bersih-bersih di sore hari waktu di rumah. Sepulang sekolah, ia langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Atau, makan masakan uminya.

Sekarang tidak bisa. Meski sudah mencoba terbiasa, rasanya masih sulit. Meninggalkan kehidupan serba enaknya untuk melanjutkan hidupnya dengan serba sederhana di sini.

"Capek," gumamnya lalu mendudukkan tubuhnya ke bangku panjang yang ada di dekat sana.

Fi mengamati sekitarnya. Mereka tampak gembira membersihkan area pondok pesantren ini. Seolah bisa menikmatinya. Tapi, Fi justru bingung.

Ini melelahkan. Apa yang mau dinikmati?

"Kapan, sih, bisa pulang ke rumah lagi?" tanyanya lagi bermonolog.

Ia sudah rindu rumahnya. Rindu kehidupannya yang biasa saja.

"Fi, bisa minta tolong nggak?"

Fi mengerjap begitu mendengar suara Indira yang menyapa pendengarannya.

"Apa?"

"Ini, Fi, tolong buangin ke tempat sampah," mohon Indira sambil mengulurkan plastik hitam lumayan besar.

Back to Istiqomah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang