24. Peringatan

221 26 1
                                    

Walaupun tak seberapa di dunia, tapi doaku berjuta cinta di angkasa.

***

---

Setelah membuka kado dari Lyana, Fi merasa senang. Ada ucapan yang begitu menawan. Yang ia tahu sekarang, Lyana pandai merangkai kata-kata indah.

"Isi kadonya apa, Fi?" Mira sedikit mengintip apa yang ada di dalam bungkusan kertas kado.

"Ini khimar dan ciput." Fi tersenyum lalu membuang kertas kado ke tempat sampah yang ada di dekat pintu kamar, setelah itu memasukkan khimar dan ciput itu ke dalam kantung cucian.

"Alhamdulillah, ya, Fi." Indira merangkul Fi.

Senyum masih melebar di muka gadis cantik ini. "Iya, Ra. Alhamdulillah."

"Seneng banget kayaknya. Padahal cuma dua barang aja," sewot Disa pelan.

Mira yang mendengar dengan samar itu langsung bertanya pada Disa apa yang ia ucapkan barusan.

"Seneng ya, dapet kado dari mereka," ucapnya sambil tersenyum tipis, tapi terlihat sedikit janggal.

Suara ketukan pintu mulai terdengar, membuat beberapa awak yang ada di dalam kamar turut diam sebentar.

Mira yang duduk paling dekat dengan pintu pun segera membukakan. Setelah ia tahu siapa yang ada di depan, tak segan, ia pun memincingkan kepala dan langsung bertanya.

"Cari siapa, Kak?"

"Adisa Dwi, kamarnya sini, 'kan?"

Segera saja Mira mengangguk. Sedangkan Disa yang menyimak pembicaraan mereka dan mendengar namanya terpanggil langsung mendekati Mira.

"Saya, Kak, Adissa Dwi," ucapnya menunjuk dirinya sendiri.

"Kamu ditunggu di kantor. Ada saudara kamu yang mau ketemu."

"Saudara? Oh, iya, Kak. Terima kasih." Disa tersenyum. Setelah seseorang itu pergi, ia pun menutup pintu kembali.

Disa dan Mira berjalan ke tempatnya lagi.

"Aku dipanggil untuk ke kantor. Duluan, ya," pamit Disa.

Disa pun berbalik dan perlahan tangannya menjangkau gagang pintu.

"Sebentar!"

Disa mengurungkan niatnya untuk membuka pintu, lalu membalikkan badannya untuk melihat asal suara itu.

"Aku ikut. Kebetulan ada perlu di dekat kantor," ucap Fi lalu membuka pintu kamar.

Disa mengambil napas perlahan. Setelahnya, ia berjalan berjejer dengan Fi.

Saat berada di depan kamar, tak ada satupun yang berbicara. Namun, saat langkah kaki mulai menginjakkan di lorong pondok pesantren, suara mulai muncul dari mulut Disa.

Back to Istiqomah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang