Semua orang berhak bahagia, tapi tak semuanya bisa mengumpat kan rasa sedihnya. Kamu hebat sudah sampai langkah ini, tapi apakah mau berhenti? Sedang perjuanganmu sedikit lagi?
***
---
"Saya tidak mau di pondok pesantren ini ada berita-berita sumbang yang disebarkan lewat mulut ke mulut. Harusnya kalian semua tau, mulut itu lebih tajam dari pisau. Pembunuh paling ampuh." Ustadz Akbar selaku Pak kyai ikut berbicara dalam masalah ini.
Apalagi, Ustadz Akbar ada di sana dan menyaksikan insiden itu.
Untuk kedua kali di hari ini, Safi berhadapan dengan mereka lagi. Ini tugasnya sebagai keamanan.
Setelah disidang tadi dan mendengar penjelasan dari mereka, kini Ustadz Akbar yang turut serta memberi wejangan.
"Ketika diri sudah dikuasai dengan rasa iri dan cemburu, seseorang akan menjadi sosok yang asing. Makanya, saya dan pengajar yang lainnya selalu mewanti-wanti kalian untuk menahan emosi. Jangan sampai penyakit hati itu singgah pada diri kalian."
Fi dan Disa menunduk. Setelah Fi agak tenang, mereka berdua langsung diminta menghadap lagi ke ruang sidang. Dinda juga diminta ikut sebagai saksi.
"Lagi, masa lalu itu milik semua orang. Kita tidak boleh menghakimi masa lalu orang lain. Lalu, kesempatan untuk berubah menjadi yang lebih baik itu juga milik semua orang. Kita ini cuma makhluk biasa yang sama-sama punya salah," sambung Ustadz Akbar lagi.
"Safi, hukumannya saya serahkan ke kamu lagi. Silakan," ucap Ustadz Akbar yang mendapat anggukan oleh Safi.
Safi tersenyum tipis. "Nggih, Pak."
"Sekarang, kalian bisa memulai hukuman kalian, yaitu membersihkan masjid. Untuk hukuman sebelumnya dari keamanan, saya beri keringanan paling lambat besok."
Fi dan Disa mengangguk.
"Terima kasih," ucap keduanya bersamaan.
"Silakan keluar dari ruang sidang. Oh, ya, buku kesalahan nanti diserahkan ke ketua kamar."
Mereka berdua mengangguk lagi. Disa berpamitan dan keluar lebih dulu ketimbang Fi.
Fi baru saja hendak menyusul keluar, tetapi sebuah suara menahan pergerakannya. "Untuk Filia, tetap di tempat karena Ibu nyai ingin berbicara sebentar."Semuanya keluar dengan keadaan tak menyenangkan. Baru kali ini, penghuni kamar nomor 8 mendapatkan hukuman seperti ini. Tak menyangka, anak baru, suasana baru, menjadikan hal baru. Bagus kalau baik, kalau buruk seperti ini siapa yang tahu sebelumnya?
Sedangkan gadis cantik—Filia itu tertegun di dalam. Suasana hatinya tak menentu. Gemuruh hebat terlintas di pikirannya.
Akankah yang dulu terjadi? Akankah menghakimi tanpa mau mengerti? Selalu saja, masa ketika disidang di ruang kepala sekolah menghantuinya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to Istiqomah [END]
Spiritual"Ketika kamu merasakan kesulitan untuk istiqomah, ingatlah kelak kamu akan menemukan sebuah akhir yang indah." --- Lahir dari keluarga kaya memang menyenangkan. Sejak kecil bergelimang kemewahan. Selalu diselimuti kemanjaan. Apa yang diinginkan ting...