17. Hari Pertama

265 34 0
                                    

Semua perlu waktu dalam beradaptasi.

---

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---


Baru beberapa jam menjadi santri, Fi sudah kalang kabut sendiri. Kemarin, teman satu kamar sekaligus ketua kamarnya yang bernama Indira, sudah menjelaskan apa-apa saja tentang pondok pesantren ini. Termasuk dengan segala peraturan.

Pukul tiga lebih 15 menit tadi ia sudah dibangunkan oleh Indira untuk mandi. Katanya, keburu kamar mandinya ramai. Padahal, biasanya Fi baru mandi pada pukul setengah lima. Ketika sampai di kamar mandi, Fi dibuat terkejut. Memang sudah mulai banyak orang yang mengantri. Ia kira, masih sepi.

Air disini dingin, apalagi suasananya yang masih pagi. Walau begitu, tak menyurutkan niat mereka untuk mandi. Beberapa ada yang memilih mandi sebelum sholat, sisanya memilih selesai sholat. Jadi hanya cuci muka.

Setelah selesai mandi, mereka langsung menuju ke masjid untuk persiapan sholat subuh. Terlambat untuk jamaah, ada konsekuensinya sendiri. Sebagai santri baru, Fi tidak mau cari masalah. Ia belum paham betul bagaimana hukuman yang diberikan untuk setiap pelangaran. Jadi, cari aman dulu.

Bagai tiada waktu tanpa mengaji di pondok pesantren itu. Mereka memulai hari dengan tadarus.

Setelahnya, kembali ke asrama untuk persiapan sekolah formal dan juga sarapan.

Padahal, kini Fi baru sampai sarapan pagi. Tapi, rasanya sudah lelah. Mengingat jadwal yang kemarin dibicarakan Indira membuat Fi lemas sendiri.

Agenda itu sangat padat. Kegiatannya nyaris tanpa henti kecuali malam hari.

Fi yang masih mengantuk mengantri sarapan dengan lemas. Untungnya, Indira ini dengan sabar menegur Fi jika sudah jatahnya maju satu langkah.

Melihat makanan apa adanya di piring, ia seakan rindu pada rumah. Rumah yang selalu memberikan makanan terlezat yang tak tergantikan oleh restoran mana pun. Apalagi, chefnya uminya tercinta. Dan di rumah, apapun yang ia minta langsung tersedia. Makanan seperti ayam goreng misalnya.

Di pondok, ia hanya makan nasi dengan lauk tempe atau tahu itu pun satu sampai dua buah, ditambah dengan sayur yang tak pernah ia santap sebelumnya.

Ia merasa tak nyaman. Semuanya sudah ditentukan. Minumnya saja cuma secangkir teh. Sedangkan dulu, di rumah, ia minum susu beserta roti sebagai santapan paginya. Tapi, sekarang semuanya berbeda. Sebenarnya, ia tak suka bila harus dikekang seperti itu. Tapi, pihak pondok pasti memiliki maksud tertentu, 'kan?

"Walaupun sederhana, itu enak kok. Kamu pasti masih kaget, ya, sama kehidupan di pondok ini?" celetuk Indira seolah bisa membaca apa yang ada di pikiran Fi.

Fi hanya mengangguk seadanya sebagai jawaban.

"Habis ini, kita sekolah formal. Sesuai sama jenjang kamu, kok. Tapi, mungkin kelasnya nggak seluas kelas kamu dulu. Dibiasain, ya?"

Back to Istiqomah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang