18

556 43 23
                                    

Fiona menampilkan senyum nya,setidaknya hal itu masih bisa ia lakukan.

Dia berdoa semoga hari ini,ia akan lebih bahagia,dan tak ada tangis yang mendekati nya,hatinya masih belum tersusun rapih,hatinya masih sangat kacau,sangat sulit untuk bisa bertahan dikala situasi seperti ini.

Ini adalah hari ke 2 seorang fiona kesekolah sendiri tanpa hadirnya kenzo,tak ada lagi mobil pajero yang biasanya terparkir di depan rumah dikala menunggu fiona bersiap-siap di pagi hari.

Fiona rasa ini adalah gambaran masa depannya jika tak ada kenzo di sisinya,dia harus mulai terbiasa,dia yang mau seperti ini,dan ini adalah pilihannya.

Fiona melangkah kan kakinya berjalan kearah kelas,masih ada cita-cita yang harus ia gapai,masih ada harapan lain yang harus ia kejar.

Ditempat duduk sudah ada billy yang tersenyum menyambutnya,itu harus menjadi alasan fiona untuk tetap tersenyum.

"pagi bil"sapa fiona lalu duduk di bangku depan billy.

Billy mengerutkan dahinya"tumben lo nyapa gue na,biasanya cuek aja"keluh billy.

"jadi gak mau gue sapa nih?"

"tuh kan sensian lo mah,mana kenzo?"tanya billy,berusaha melihat kearah pintu mencari sosok kenzo.

Fiona berusaha mengendalikan ekspresi nya sebisa mungkin agar tak nampak ada raut wajah sedih"gue gak bareng dia kesekolah"fiona tersenyum tipis.

"kenapa?lo bareng cowok lain?"

"enggak"

"terus kenapa?lo marahan ama kenzo?tapi biasanya mau lo marahan sama dia,tetap aja berangkat kesekolah bareng,lagian ya seingat gue,lo baru sekali gak bareng kenzo,saat lo hari pertama pacaran ama doni kan?kok hari ini gak bareng?"billy mulai berceloteh panjang lebar.

"iya enggak aja,ini kali ke 2 gue gak bareng kenzo,mungkin seterusnya juga gak bakalan bareng lagi"

Ahhh,lagi-lagi billy tidak bisa membaca situasi yang terjadi,dia membuat fiona memaksakan diri untuk tersenyum.

Billy menepuk pundak fiona dengan lembut"Everything will be alright"lalu tersenyum tipis.

Fiona tak tahu kenapa rasanya sangat sulit untuk mengontrol emosi nya,Kata-kata billy berhasil membuatnya tertunduk lesu,tenggorokan nya seperti tercekat.

"yeah,Everything will be alright billy"

Nada suara fiona bergetar,membuat billy seketika bangkit untuk segera merangkul sahabatnya itu,nyatanya fiona tidak dalam keadaan baik-baik saja,billy mengeratkan pelukannya,dia berharap itu bisa sedikit menenangkan fiona.

----------

Perpustakaan menjadi saksi dimana fiona terduduk lesu dalam tumpukan buku yang menggunung,perutnya lapar,tapi ia malas kekantin,jika ia kekantin mungkin ada rasa sakit yang lebih besar daripada rasa lapar,fiona yakin kenzo dan pacarnya ada disana.

"kamu seperti mayat"

Fiona mengerutkan dahinya,sekilas melihat sekeliling orang yang berada di dekatnya untuk memastikan,Laki-laki yang berdiri di depannya ini berbicara dengannya atau tidak.

"mayat ini lagi malas diganggu sama tumpukan es hidup kaya lo"ucap fiona dengan nada datar kepada ardio,laki-laki yang mengatai nya mayat.

"bisa tutup muka kamu pake buku,muka kamu sangat mengganggu"

Setelah mengatakan itu,Dengan rasa tak bersalah,ardio meninggalkan fiona dan menuju ketempat duduk yang disediakan pihak perpustakaan.

Fiona membuang nafas kasar lalu mengikuti ardio,dia bahkan mengambil posisi duduk tepat disamping ardio.

Tak ada suara protes dari ardio,juga tak ada suara yang keluar dari mulut fiona,fiona masih terlalu lemah untuk beradu argumen dengan lelaki itu.

Fiona meletakkan wajahnya ke atas meja,pandangannya tertuju pada ardio,lalu mengamati tiap inci wajah ardio,tak ada tanda-tanda ardio terganggu olehnya,ardio benar-benar mengabaikannya.

"ini yang buat gue tertarik sama lo,lo benar-benar fokus sama buku,gue pernah berpikir bagaimana jika gue di posisi buku itu"fiona tersenyum tipis,tak ada respon dari ardio"gue butuh seseorang yang memperhatikan gue lebih dari apapun,hanya fokus ke gue,sama kaya lo yang lebih milih buku ketimbang bersosialisasi"

Benar-benar kaku dan dingin,ardio seperti seseorang yang tak tersentuh.

fiona lantas memalingkan muka lantaran kesal dengan ardio yang hanya mendiami nya saja,tapi fiona butuh tempat untuk menumpahkan rasa dihatinya,sedangkan billy,billy punya masalah yang lebih besar.

Fiona mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya,untuk mengisi ke kosongan.

"yakin mau jadi buku?"

Suara berat ardio membuat pandangan fiona tertuju padanya lagi.

"yakin"ungkap fiona.

Ardio menutup bukunya,dia menatap fiona intens"Tak ada yang spesial untuk menjadi buku,pemikiran kamu hanya terlalu dangkal,jika kamu ingin jadi buku kamu harus menjadi buku yang terbaik ,jika tidak kamu tidak akan pernah dibaca,aku membaca buku silih berganti,dan tidak pernah hanya fokus pada satu buku,itu MUSTAHIL"ardio seakan meremehkan pemikiran fiona tadi.

Fiona menegakkan kepalanya dari meja,mensejajarkan pandangannya dengan ardio"dari sekian banyak buku yang udah lo baca,pasti ada buku yang menarik,yang membuat lo terkadang mengutip sebuah kata,atau bahkan lo jadikan buat pelajaran hidup,akan ada sebuah buku yang bisa membekas dihati dingin lo itu dio!"

"that's right fiona,namun untuk mendapatkan buku itu,aku harus membaca ratusan buku lainnya,berarti hal itu sama saja,tak kan pernah fokus pada satu buku"

"jadi?"tanya fiona bingung.

"jadi jangan bermimpi!dan pergi,aku sudah bilang,aku tidak suka diganggu"ardio mulai membuka bukunya kembali namun hal itu dicegah oleh fiona.

"jadi maksud lo gue bukan buku yang menarik?"fiona mengeluarkan smirk nya.

Membuat ardio menghembuskan nafas kasar"ya bagi aku kamu tak berarti"

Ardio menyingkirkan tangan fiona dari bukunya,ia mencoba fokus kembali pada bacaannya,namun isakan kecil dari fiona mengalihkan perhatiannya lagi,apakah ardio terlalu kasar,atau fiona saja yang terlalu cengeng.

Seketika apa yang dilontarkan ardio,memenuhi seluruh pikiran nya,Apa yang dikatakan ardio benar,fiona sama sekali tak menarik apalagi berarti,tak ada yang mampu ia lakukan hanya untuk menyuruh orang-orang menetap dihidupnya,dia terlalu payah.

"kamu sangat merepotkan"ucap ardio lalu menepuk kepala fiona dengan lembut,tapi yang di dapatkannya hanya isakan fiona yang bertambah parah.

Ardio bingung,dia sudah biasa berkata ketus pada wanita yang mendekatinya,tapi baru kali ini dia membuat wanita asing menangis karenanya.

Ardio membawa tubuh fiona kedalam dekapannya sambil mengelus puncak kepalanya,mencoba menenangkan,dan menebus rasa bersalah terhadap gadis itu"maaf tapi yang aku katakan memang benar adanya,kamu tak berarti apa-apa bagi ku"

Bodoh,ardio sangat bodoh,kini tangis fiona benar-benar pecah,bahkan baju ardio sudah basah,ardio merutuki dirinya sendiri,mengapa dia berkata seperti itu.

"pasti akan ada orang yang menganggap kamu menarik,berarti,dan berharga tapi untuk saat ini,aku bukan orang yang tepat"

Tepat setelah kalimat itu fiona membalas pelukan ardio,dia benar,fiona hanya perlu mencari orang yang tepat.

Kenzo memaksakan langkahnya"dimakan na"lalu meletakkan beberapa makanan diatas meja,dan berjalan pergi meninggalkan fiona yang tengah berpelukan mesra dengan serangga itu.

Fiona melepaskan pelukannya itu,diam dan terpaku,melihat sekantong makanan yang diberikan kenzo,lalu menatap punggung kenzo yang berjalan kearah pintu keluar,namun kenzo membalikkan badannya.

"ingat na,jangan lupa pamit" kenzo tersenyum tipis,lalu melanjutkan jalannya.

-----------------
Jangan lupa vote dan komen ya readers,makasih buat yang masih baca cerita ini










FRIENDSHIT (JIROSE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang