⚠️WARNING⚠️
CERITA INI HANYALAH FIKSI BELAKA. TIDAK ADA MAKSUD MENGHASUT, MENGAJAK PARA PEMBACA MENGIKUTI SETIAP ALUR DI CERITA INI
Notes: Diharapkan membaca cerita Dear Guru Killer terlebih dahulu supaya memahami alur dan beberapa tokoh penting di cerita ini
Sepanjang jalan, gadis berambut panjang nan hitam itu berjalan dengan senyum sumringah. Dengan tangan yang menggenggam totebag berwarna tosca nya dengan erat.
Ia terus bernyanyi kecil karena pengaruh dari earphone putih yang dipasangkan di kedua telinganya.
Le jaa le jaa..
Soniye le jaa le jaa..
Aaaaahh, aaaa, aaaa aa aa aa..Bole chudiyan..
Bole kangna..
Hai main ho ga---Seorang gadis yang merupakan temannya menarik earphone ditelinganya, "Karina Raichand! Dari tadi gue panggil, lo gak nyaut. Pasti lagi dengerin lagu India itu, iya kan?"
Gadis bernama Karina itu mengangguk.
"Yaps. Biasa, gue lagi dengerin lagu kembaran gue," jawabnya sambil mengangkat senyumnya.
"Karina Raichand sinting!"
Karina Raichand nama lengkapnya. Ia berasal dari panti asuhan taman harapan. Sejak bayi, ia diasuh oleh Mama Nancy sekaligus pendiri panti asuhan.
Sebelum Karina, Nancy mengasuh Siddharth Prameswara, umurnya lebih tua satu tahun dari Karina. Tapi, Nancy selalu meyakinkan Sid maupun Karina bahwa mereka merupakan sepasang adik-kakak yang harus saling menjaga dan melindungi.
Panti asuhannya bekerja sama dengan yayasan seluruh Saint di Indonesia, sehingga siapapun yang diasuh di panti asuhan taman harapan berhak mengenyam pendidikan di Saint Luciana College, termasuk Sid dan Karina.
"Eits, nama gue Kareena Kapoor, bukan Karina Raichand. Camkan itu baik-baik Samira Nafisah," ucapnya.
"Tuhkan, sinting!" Samira lalu mengabaikannya dan berjalan mendahuluinya.
"Eh Ra, tungguin. Lo ngambek ke gue? Ceilah, timbang gitu doang." Karina menyusul langkahnya dengan Samira.
"Gue kagak marah. Cuma jengah sama sifat lo yang berasa kek orgil tau gak Rin? Tadinya gue mau ngomong sesuatu sama lo, tapi kagak jadi ah, males!" sinisnya.
"E-eeh, Samira Nafisah pacarnya Park min... min.. min apa Ra? Park Cimin? Emm, bukan, Park Micin? Ehh bukan.. Ck. Park apa Ra?"
"Park Jimin bego! Sejak kapan bebeb gue ganti nama jadi Park Cimin atau Park Micin? Ngaco ae lo!"
"Oke, lo mau ngomong apa Samira Nafisah pacarnya Park Jimin?" tanya Karina.
"Sebelum gue jelasin, lo bawa kan barang yang disuruh sekolah pas lo daftar ke Saint Luciana?" Karina mengangguk.
"Emang ngapa?"
"Jadi gini loh Rin, kata abang gue, kalo pas MOS itu kita harus bawa barang-barang yang disuruh dengan lengkap. Gak boleh ada satupun barang kecil yang ketinggalan. Lo tau akibatnya kenapa?" Karina menggeleng.
"Bukan senior kayak di SMA kita dulu yang hukum. Tapi langsung sama dosen ter killer, ter kejam ah pokoknya ter ter an di Saint Luciana. Abang gue aja pernah dihukum naik turun tiap lantai seluruh gedung kampus lewat tangga seratus kali, lo pasti tau kan gedung kampus itu segede apa? Udah itu ditambah push up duapuluh kali. Dia awasin terus abang gue tanpa liat apapun. Gila kan? Makanya gue nanya ke lo supaya gak kena hukum dosen killer itu," jelas Samira membuat bulu kuduk Karina berdiri seketika.
"Ah lo mah nakutin gue! Udah cukup pak Asatya yang killer waktu di SMA. Jangan ada pak Asatya yang dua kali lipat ke killerannya di kampus. Ufh." Karina menghela nafasnya.
"Sayangnya memang ada dosen model dia di kampus kita. Gue aja pas denger cerita dari abang dan temennya langsung kaget dan merinding, apalagi lo yang sering tidur di kelas Rin, hahaha."
Karina mendorong bahunya pelan, "anjir. Ini semua gegara lo yang udah rekomendasiin kampus ini sih."
"Yaelah jangan marah Karina Kapur Barus," canda Samira sambil terkikik.
"Anjir, Kareena Kapoor, Samira pacarnya Park Micin! Hahaha," canda Karina membuat Samira cemberut.
Tidak terasa, gedung Saint Luciana College sudah di depan mata. Karina dan Samira menatap satu sama lain. Jantungnya berdegup kencang tidak seperti biasanya, mereka membayangkan bagaimana ke killeran dosen yang sangat terkenal dengan hukumannya itu. Merinding kembali terasa.
"Ra, gue takut, gimana dong? Semoga kita gak pernah diajarin sama dosen itu ya. Baru denger aja udah ngeri, apalagi liat langsung idihh." Karina bergidik ngeri.
"Bismillah aja Rin. Semoga doa lo terkabul. Gue juga sebenernya takut dan males kalo seandainya dosen itu bakal ngajarin kita." Samira tersenyum dan menggenggam jemarinya menguatkan.
Mereka pun memasuki gerbang Saint Luciana. Berharap hari ini maupun seterusnya mereka tidak akan bertemu dengan dosen killer itu.
Namun, semua manusia tidak akan mengetahui takdirnya ke depan bagaimana. Pun dengan Karina, dia tidak tau bahwa keputusannya berkuliah di Saint Luciana akan mendatangkan takdir yang tak pernah ia duga sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Dosen Killer[Completed✔]
JugendliteraturSemenjak berkuliah, Karina selalu berurusan dengan dosen killernya. Semakin ia ingin menjauh, justru dosennya itu malah semakin mendekatinya. Lantas, apakah alasan dibalik sikap aneh dosen killernya itu? WARNING: CERITA INI MURNI KARANGAN AUTHOR SE...