SDGK:07

14K 794 17
                                    

Jauhin Aryan? Hmm.. keputusan yang sulit. Apalagi, laki-laki itu menawarkan diri untuk membantunya mencari sang Papa yang telah meninggalkannya selama 19 tahun. Askala juga mau membantunya, tapi kan jika dikerjakan lebih dari dua orang, peluang menemukan Papanya akan menjadi besar.

Tidak. Ia harus berbohong demi kebaikannya. Tapi kalo boleh jujur-se jujurnya, sampai saat ini Karina masih belum mempercayai kedua lelaki yang mau membantunya mencari sang Papa dan juga mengaku-ngaku sebagai pacar dan tunangannya dengan penuh dalam lubuk hatinya.

Karena, ia ingat lagi pesan dari Mama Nancy. 'Jangan mempercayai seseorang terlalu larut, nanti jika orang tersebut menghilang, ia tak hanya meninggalkan kenangan, tapi juga meninggalkan luka dan kepercayaan kepada orang lain'.

"Bagaimana, Karina Raichand? Setuju?" suara serak-serak basah itu menyadarkan lamunannya.

Seketika, Karina menjawab, "ya, setuju! Kalo gitu, siniin kalung Karin. Karin pengen pake sekarang juga."

"Eits, tunggu dulu. Saya tidak akan mengembalikan kalung ini sebelum kamu.... Satu, tidak protes ketika saya hukum. Dua, benar-benar menjauhi Aryan. Tiga, mendatangi Momma saya lalu berkata 'iya'," Askala menyeringai di akhir kalimatnya.

Damn!

Rencana Karina tadi sia-sia. Ternyata, pria di hadapannya ini tidak bisa dibohongi ataupun di akal-akali. Karina bingung karena tidak mempersiapkan rencana b. Sial! Sial! Sial!

"Keputusan ada di tanganmu. Jika mau menerima ya syukur, kalau menolak pun saya terima dengan lapang dada karena wanita di dunia ini sangatlah banyak, tidak hanya kamu!" sindiran halus Askala itu malah membuat Karina tambah bingung.

"Banyak wanita di dunia ini, maksud bapak apa ya? Karin kan cuma mau kalungnya balik dan kembali melingkar di leher ini. Bukan bahas wanita, bapak sehat?"

"Saya sehat kok, nih kalau kamu tidak percaya, chek saja," Askala menarik tangannya dan menempelkan punggung tangan Karina di keningnya.

Deg!

Sumpah demi kerang di lautan, dan demi apapun Karina tidak pernah se dekat ini dengan pria lain selain Sidd apalagi sampai menyentuh.

Gak Karin. Inget, tipe idaman lo itu yang brewokan minimal kayak Shahrukh Khan,
Omar Borkan Al-Gala, anak raja Salman atau gak Imran Abbas. Jangan sampe sama dosen nyeremin gini. Inget Rin, tipe idaman lo yang kalo senyum, ada dua bolong di bawah pipinya. Sadar Rin, sadar!

"Gak panas kan? Berarti saya gak demam dong. Itu artinya, saya sehat wal'afiat. Kamu ini, jangan mendoakan seseorang sakit. Tidak baik!" Askala menarik hidung Karina supaya ia sadar dari lamunan yang kedua kalinya.

Askala mengulum senyum, "kenapa? Baru sadar kalau saya tampan dan enak dipandang? Buktinya dari tadi mata kamu terus aja liatin wajah saya."

"Idih, jangan geer deh pak. Bapak bukan tipe Karin sama sekali. Denger ya pak, tipe Karin itu cowok yang ganteng, brewokan, punya lesung pipi jadi pas senyum tuh manis banget kayak Shahrukh Khan, juga nih yang paling penting, dia itu baik, gak jahat dan galak kayak bapak!" Karin menyindirnya sambil menatap dengan sinis.

"Sebenarnya saya selalu punya brewok karena walaupun tampang saya ini mirip oppa-oppa Korea, tapi saya juga masih punya darah India-Arab. Setiap brewok itu tumbuh, saya cukur," Askala tak mau kalah. Ia mengungkapkan fakta yang jarang orang ketahui supaya Karina malu.

"Gak. per. ca. ya!" ucap Karina penuh penekanan.

"Oke, kita buktikan saja. Kalau misal saya menang dan membuktikan saya tidak berbohong, kamu wajib menerima tawaran Momma saya tanpa ada penolakan apapun. Keluarga Felixian tidak peduli walaupun kamu tidak mengingkannya, gimana?"

Karina mengangguk tanpa ragu. Sebab dirinya yakin seratus persen kalau dosennya ini berbohong. Ia siap menerima resiko jika seandainya kalah. Ia ikhlas.

"Kalau gitu, saya pamit. Karin mohon agar bapak simpan kalung itu baik-baik. Kalo bisa pake deh sekalian biar gak lupa nyimpen," Karina berdiri.

"Kamu mau kemana?"

"Karin mau ketemu uncle Abram. Kata Aryan, semalem dia mimpiin aku bahkan sempet mengigau sebentar. Karin per--

"Tidak boleh! Lupa dengan perjanjian tadi?" Askala juga ikut berdiri.

Karin menggeleng, "Karin gak lupa. Karin cuma pengen ketemu uncle Abram doang abis itu Karin langsung pulang kok, gak bakalan tuh ngobrol-ngobrol dulu sama Aryan. "

"Ya tapi kan kamu berangkat bersama dengannya, di perjalanan kalian pasti mengobrol. Tidak, kalau kamu memang tetap ngotot ingin bertemu pamannya, saya ikut. Saya mau memastikan kalian," Askala menggenggam tangannya kuat seolah tidak mau terlepas.

"L-loh kita mau kemana?" tanya Karin yang bingung. Ia melihat tatapan tajam dari mata Askala yang memandang lurus ke depan.

"Kamu mau bertemu dengan paman Aryan kan, ya kita mau ke parkiran. Kamu dengan saya, biarkan dia sendiri. "

Pak Askala kenapa? Dia kok jadi aneh kek gini. Gue gak pernah liat orang berubah dalam waktu singkat. Gue juga bingung kenapa pak Askala larang gue deket-deket bahkan ngobrol sama Aryan? Apa dia.... cemburu? Uh, ya gak mungkin lah Rin, ogeb banget sih lo! Batin Karina meracau.

_____________

"Masuk, " ucap Abram. Aryan, Karina dan Askala pun masuk ke dalam rumah bergaya Amerika yang tidak terlalu besar.

"Karina? Hey, uncle kira siapa. Ayo sini duduk. Mm.. kamu mau minum apa nak? Biar Aryan yang buatkan, " Abram menyambutnya dengan hangat. Karina lalu duduk di sofa. Di sebelahnya sudah ada Askala yang sedari tadi menggenggam tangannya.

"Dia siapa Rin?" tanya Abram sambil melirik Askala.

"Oh, saya Askala. Calon suami Karin plus dosennya dan juga Aryan," Askala tersenyum, tangannya belum terlepas dari jemari Karina.

"Dosennya Aryan? Wah hebat sekali. Masih muda begini sudah menjadi dosen. Dulu saya ketika seumuran kamu masih nakal sekali. Oh ya, kalian mau minum apa?"

"Air putih aja deh uncle," jawab Karina.

"Saya sama dengan Karina," ujar Askala.

"Yan, ambilin minum sama camilan gih. Ini dosen mu loh," Aryan melirik ke arah Askala sebelum ia ke dapur Askala menatapnya dengan tajam.

"Istri uncle dimana?" tanya Karina.

Abram tersenyum sambil menggeleng, "kata orang, istri saya meninggal ketika mengantar Mama-nya Aryan atau kakak ipar uncle chek-up ke rumah sakit. Di tengah jalan, terjadi kecelakaan. Yang selamat hanyalah uncle. Tapi, uncle tidak bisa mengingat apapun setelahnya. "

Karin menggigit bibir bawahnya, "aduh maaf uncle. Tadinya, Karin cuma pengen ketemu aunty nya Aryan. Karin gak ada maksud buat--

"Tidak apa nak. "

"Maaf sekali, apa bapak sudah memiliki putra ataupun putri dari pernikahan bapak dengan almarhumah?" tanya Askala.

"Saya tidak tau. Ketika saya pulang dari rumah sakit, semua yang berkaitan dengan istri saya seperti fotonya, baju-bajunya, dokumen berharga sudah tidak ada. Hanya ada Aryan yang sedang terlelap di sofa. Saya juga sering berbohong padanya dan mengatakan bahwa ketika saat kecelakaan itu dia sedang berada di asrama," Abram berbisik di beberapa kalimat akhirnya.

"Apakah bapak memiliki musuh sebelumnya. Ah maaf, saya terlalu banyak tanya, " Abram menggeleng sambil tersenyum, "tak apa nak. "

"Saya tidak tahu. Tapi yang pasti, saya sangat ingin mengetahui segalanya. Saya ingin kembali mengingat masalalu saya nak Askal," lirih Abram.


Dear Dosen Killer[Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang