Panti asuhan Kasih Bapa tampak ceria di minggu siang ini. Mereka berkemas dengan gembira. Ada total 24 anak panti yang tinggal disini dan tidak ada bayi. Yang paling bungsu disini mempunyai nama yang sama dengan gadis UKS yaitu Grace. Umurnya empat setengah tahun dan lebih akrab dipanggil Barbie sedangkan yang paling sulung adalah Ari dan Sartika dengan usia 13 tahun. Ari dan Sartika membantu 2 pengurus panti mengangkat barang ke dalam mobil berwarna putih. Mobil itu bermuatan 20 orang dan kepunyaan gereja. Grace bersama dengan para pengurus panti sudah meminta izin untuk bisa menggunakannya. Para penghuni panti harus pulang balik ke panti dan gereja untuk mempersiapkan kepergian mereka. Bekal dan perlengkapan lainnya satu per satu masuk ke dalam mobil. Grace dan juga Watson membantu memasukkan barang ke dalam mobil Watson.
Anak-anak panti asuhan dibagi tempat duduknya oleh pengurus panti. Enam anak diantaranya harus ikut dengan Watson dan Grace. Mereka akan naik mobil Watson. Sesudah semuanya selesai mereka berangkat. Watson bahkan tak tahu kemana sebenarnya mereka akan pergi meskipun dialah supirnya.
"Jadi kemana kita akan pergi Grace?"
"Kita akan ke Ancol. Kau tahu kan jalannya?" tentu saja aku tahu jalannya.
Mobil melaju dengan laju standar, mengikuti bus yang cukup besar di depan mobilku. Perjalanan menuju lokasi itu tak lama sama sekali. Anak-anak panti langsung berhamburan menikmati pemandangan dan juga berbagai wahana permainan. Melihat mereka berlarian kian kesana kemari sambil tersenyum senang membuatku merasa senang pula. Wajah anak-abak kecil yang tak punya ayah dan juga ibu itu membuatku nyaman. Mereka teramat semangat walau hanya sekadar berada disini. Aku tidak naik wahana apapun. Aku hanya duduk di tengah-tengah taman. Kini aku sendirian sedangkan mereka bermain dengan riangnya. Beberpa bahkan tak nampak lagi karena sudah pergi jauh mencoba berbagai wahana.
Grace datang dengan 2 es krim di tangannya. Dia sering sekali menemuiku dengan tangan yang berisi. Gadis ini juga tak kalah senangnya melihat anak-anak panti akhirnya bisa datang kesini.
"Terima kasih udah mau membantuku. Terlebih lagi kau yang membelikan karcis yang kurang tadi. Aku jadi malu" dia tersenyum mengingat kejadian tadi sewaktu membeli karcis yang kurang. Uang Grace tidak cukup dan aku yang menutupinya.
"Tak apa. Lagian kamu udah bayar pakai es krim ini" aku menunjukkan es krim yang disodorkannya padaku.
Kami diam sejenak. Suara yang kini terdengar adalah suara teriakan dan gelak tawa dari para pengunjung tempat ini. Suara-suara mesin dan juga angin yang bertiup menerpa pepohonan ikut menghiasi taman ini. Bungan-bunga yang warna-warni ikut bergoyang, mendorong kami untuk membuka percakapan yang baru.
"Oiya, Watson apa tadi yang kau doakan?" Grace bertanya padaku.
"Hmm. Itu rahasia" dia memayunkan bibirnya sebal mendengar jawabanku.
"Jadi apa ini tujuan hidupmu? Membawa anak-anak panti ke tempat seperti ini? Apa seperti itu tujuan hidup" aku bertanya penasaran alasan si gadis ini memintaku membawa anak-anak panti kesini.
"Ehem. Sebenarnya tujuan hidup kita itu sama, yaitu menjadi berkat. Artinya kau memuliakan Tuhan dan menikmatinya, karena itulah kita berbeda dengan segala makhluk di muka bumi ini." gadis ini menundukkan kepalanya sekali. Dia berbicara sambil menatapku dari samping.
"Menjadi berkat?"
"Iya. Cuma cara kita berbeda. Aku ingin bisa membantu anak-anak panti agar bisa liburan. Mereka belum pernah dibawa liburan. Tapi bukan berarti kamu harus membantu orang agar bahagia, yang pasti tujuan hidup itu harus membawa kita lebih dekat dengan Pencipta kita" dia menjelaskan lagi.
"Lalu bagaimana denganmu? Bagaimana kamu ingin menjadi berkat?" tanya Grace.
"Aku tak tahu. Lagian aku baru tahu kalau hidup itu punya tujuan" kami diam lagi.
"Mau mencoba salah satu wahana permainan?" aku bertanya, ingin menyudahi pembicaraan ini. Dia mengangguk.
Matahari perlahan-lahan berpindah posisi, namun para penghuni panti masih berkeliaran mencoba berbagai wahana, termasuk Grace dan juga Watson. Kami ketagihan dan ingin mencoba wahana permainan lainnya. Roller Coster adalah wahana yang pertama kami coba tadi. Tapi magnet dan daya tarik dari setiap permainan menarik kami hingga lupa waktu. Hari ini aku bukan lagi Watson yang selalu pada diamnya, melainkan pada teriakan dan senyuman yang mekar. Mungkin itu pengaruh wahana atau bisa juga orang-orang yang telah membawaku kemari.
Akhirnya kami bergegas meninggalkan kesenangan tadi dan pulang menuju panti. Waktu sudah hampir malam dan besok adalah jadwal sekolah. Semuanya masih harus bersekolah, terlebih lagi aku dan Grace akan menghadapi ujian akhir besok.
"Terima kasih untuk hari ini" dia tersenyum. Senyumannya kelihatan manis bagiku.
"Sama-sama"
"Good luck buat besok" Grace memberikan semangat padaku. Aku membalasnya dengan anggukan.
Minggu merupakan hari pertama yang biasa aku habiskan dengan tidur di ranjang menunggu malam datang untuk meniduri anak perempuan. Biasanya jam malam seperti ini aku gunakan untuk menabur godaan dan juga uang untuk menarik mangsa-mangsa keluar dari kediamannya. Berbeda dengan hari minggu yang sudah berlalu, di hari minggu ini aku justru berpikiran hal demikian adalah hal yang menjijikan untuk dilakukan. Menghabiskan waktu bersama orang-orang dan kata Grace 'berbagi harapan' ternyata mampu mengubah pola pikirku.
Berat badanku tak berkurang sama sekali, tapi kini langkah kakiku serasa jauh lebih ringan karena beban yang kutanggu serasa sudah terangkat. Berat yang bersarang dipundakku terangkat begitu saja padahal uang yang kukeluarkan hari ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan menghabiskan malam di bar. Aku tersenyum pulang meski pikiranku masih memikirkan untuk apa sebenarnya aku diciptakan. Bagaimana aku bisa menjadi berkat di dunia ini?

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Atheism, I am (A) Christian
SpiritualCOMPLETE Read first and then you may comment! Mungkin dunia ini bukan untukku. Dia kelam dan juga gelap, penuh derita dan juga rasa sakit, sesak pun terus terasa. Tidak ada kata bahagia selama ini yang mampu mengubah itu semua. Sama sekali tak perna...