***
Panti asuhan Kasih Bapa dipenuhi kegembiraan lagi. Watson dan Grace merayakan hari terakhir bersekolah di panti asuhan. Watson datang ke panti asuhan dengan berbagai perlengkapan untuk memanggang. Ada banyak sekali daging, ikan serta makanan ringan yang dibawa dalam mobilnya. Mendengar begitu baiknya tujuan hidup dari Grace, dia jadi termotivasi untuk menjadi berkat, meskipun dia tidak sepenuhnya tahu bagaimana sebenarnya menjadi berkat itu.
Petang datang, begitu juga makanan hasil memanggang datang di hadapan para anak panti. Watson dan Grace sibuk di depan bara api, berkutat dengan kipas dan kepulan asap. Watson juga tampak kewalahan dengan asap yang menyerang kedua matanya, membuatnya merah berair. Anak-anak panti antusias membantu dengan menyiapkan tikar dan piring dan lainnya di halaman. Mereka mengadakan pesta outdoor. Hal ini tidak masalah meski malam karena hari ini adalah akhir pekan.
"Apa rencanamu setelah lulus, Watson?" Grace bertanya pada pria yang sedang berusaha keras memasak dengan bara api.
"Aku akan kuliah ke luar negeri. Mungkin ayahku sudah mendaftarkanku. Bagaimana denganmu?" dia balik bertanya
"Entahlah, yang pasti aku juga akan kuliah"
"Hmmm. Kita bisa sama. Aku akan meminta ayahku agar aku bisa kuliah disini. Aku belum bosan melihatmu" candanya sedikit sambil mengelap air mata yang keluar karena perihnya asap. Bukankah impian Watson dan juga ayahnya adalah agar dia bisa keluar negeri supaya sama-sama bebas? Mengapa kini berubah? Apa gerangan yang terjadi disini?
Sudah pukul setengah delapan dan semua menu sudah tersedia di atas tikar yang dilebarkan di pekarangan panti asuhan. Mereka makan bersama setelah seorang dari anak panti asuhan membawakannya dalam doa. Tidak ada suara selain denting sendok yang beradu.
Acara makan selesai.
"Terima kasih banyak Watson sudah mau berbagi. Kamu banyak sekali memberikan keceriaan bagi anak panti" ujar ibu pengurus panti dengan senyuman.
"Kak Watson" panggil Ari, anak panti lelaki yang paling besar.
"Iya" belakangan aku menjadi lebih ramah dalam merespon.
"Apak kakak tau bermain gitar?" aku hanya mengangguk.
"Bisa mengiringi kami?" pinta remaja itu sambil mengangkat gitar yang dipegang.
Aku dan Grace pergi meninggalkan pengurus panti yang ada di bawah pohon mangga. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya tadi. Apa yang telah kulakukan satu hari ini tidak lebih mahal dari harga pakaian yang kukenakan. Sekarang aku dan Grace sudah berada di tengah-tengah kerumunan anak panti yang berbentuk lingkaran. Kupeluk gitar coklat yang usang milik panti. Setelah mencari chord gitar dari Google, aku siap mengiringi mereka bernyanyi.
You're never alone in the world
You're never alone in the world
you believe in each and everyone of us
You're never alone in the world
I was born in the lost and found
Often raised in the underground
Then one day I opened up my eyes
Looked around and I realized
No mother, no father, no sister and no brother
So I cry out to the heavens
Could this be all there really is
Then someone said
You're never alone in the world
You're never alone in the world baby
you believe in each and everyone of us
You're never alone in the world
Someone said we were family
Can that be with all this poverty
Time to reach out and make a start
Hold each other's hands and lift
Each other's hearts.
If you're thirsty drink the water from my hand
If you're hungry take my bread, I'll understand
If you're lonely you can always share my bed
Could this be all there really is
...........
Lagu Orphan dari Toto kuiringi sambil menghayati kata demi kata. Maknanya yang sangat dalam membuatku ingin menangis, terlebih lagi benar-benar dinyanyikan oleh kumpulan anak yatim piatu. Satu perasaan yang sudah lama tidak kurasakan, sekarang kembali kurasakan. Aku bersyukur dengan segala sesuatu yang masih kupunya.
Tuhan memang benar sudah mengambil ibu dari sisiku, tapi aku masih punya ayahku yang mau memberiku segala perlengkapan. Aku tidak sendirian di dunia ini, anak yatim piatu saja tahu akan hal itu. Aku tersadar dari kegagalan hidupku selama ini. Sejauh ini Tuhan memang mau mengubahkan hidupku. Kupandang wajah anak-anak yang mengelilingiku, mereka saja memiliki banyak sekali tujuan, harapan dan juga mimpi. Mengapa aku bahkan tidak tahu apa tujuan, harapan dan mimpiku?
Aku menyia-nyiakan waktu, uang dan semuanya kepada hal-hal yang tak berguna. Saat ini aku tahu apa yang dimaksud dengan menjadi berkat, yaitu dengan membantu orang dengan tulus. Itulah tujuanku kini. Senar gitar masih terus kupetik, kumainkan. Kalbu dalam jiwaku tersentuh dengan suara anak panti. Diluar sini redup, tapi di dalam lubuk hati, jiwa dan pikiranku begitu terang.
Malam ini catatan sejarahku yang lama terulang lagi. Aku tidur bersama orang-orang yang sering kukunjungi. Jika 10 tahun yang lalu aku menginap di panti jompo, tempat para orang tua tinggal, kini aku tidur dengan anak-anak panti asuhan, tempat dimana anak yang tidak memiliki orang tua hidup. Sebenarnya gedung ini tidak begitu nyaman dan ukuran kasurnya kecil namun, tubuhku minta tidur disini. Aku berbagi temat tidur dengan Ari. Menatap keadaan tenang pada wajah setiap anak disini, membuatku nyaman dan mengusir pikiran tak enak mengenai tempat ini.
To be continued ...

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Atheism, I am (A) Christian
SpiritualitéCOMPLETE Read first and then you may comment! Mungkin dunia ini bukan untukku. Dia kelam dan juga gelap, penuh derita dan juga rasa sakit, sesak pun terus terasa. Tidak ada kata bahagia selama ini yang mampu mengubah itu semua. Sama sekali tak perna...