1 : Kesempurnaan Hidup

230 22 4
                                    



Aku bukan anak hilang yang meminta untuk ditemukan. Aku bukan penjahat yang mengemis obligasi. Aku juga bukan pendosa yang memohon pengampunan. Aku hanya sampah kecil yang meminta untuk dibakar. Dimana api itu? Kematian yang katanya yang tak dapat dihindari. Aku ingin bunuh diri, hanya saja terlalu sayang. Siapa yang akan menghabiskan kekayaan ayahku? Siapa yang akan meminum tumpukan alkohol di bar dengan para wanita? Mereka pasti akan kesepian. Aku kasihan pada wanita yang sendirian.

Kini aku pulang lagi ke mansion mewah karna ayahku pasti sudah pergi ke perusahaan. Kubuka kaos channelku dengan kasar, tidak tahan dengan telusuk dingin yang satu malaman terkena tumpahan alkohol. Tanpa berbasuh diri, kubaringkan diriku lemah di kasur king size. Perlahan mata elangku ditutupi kelopaknya beristirahat. Tidur mulai pagi hari hingga sore adalah suatu keharusan di hari minggu. Tapi tampaknya tidak berlaku pada minggu ini.

BRAKK.

"Bangun kamu anak sialan"

Ayahku, Surya Watson langsung datang dengan suara keras dan lantang khas miliknya, membangunkanku. Dengan keadaan yang baru bangun, dia memberikan bogeman diwajahku yang masih memerah. Aku hanya diam sambil tersenyum seperti biasa, membuang muka.

"Kenapa kamu harus jadi sumber masalahku? Tidak bisakah kamu bersekolah saja dengan tenang" anjuran disertai bentakkan ia lontarkan lagi tepat diwajahku.

Bentakkan seperti itu tak dapat membuatku bergeming. Aku tetap pada diamku sambil menjauh darinya. Aku tidak takut padanya sama sekali, hanya saja tanganku terlalu malas untuk memberikan tinjuan di wajahnya. Belum lagi para pengawalnya yang bakal sok jagoan. Hari ini dia pasti menerima surat panggilan atau surat peringatan atau surat apalah dari sekolahku.

Biarkan saja.

Siapa suruh dia memaksaku untuk bersekolah yang ditujukan pada orang-orang culun? Kukenakkan lagi pakaian baru dari lemari, pergi meninggalkannya beserta dengan para penjaganya itu.

"Mau kemana kamu, huh? Pergi lagi? Arrgghh" vas bunga yang ada di meja menjadi sasaran empuk bagi amarahnya yang semakin memuncak.

"Ikuti dia! Bawa dia pulang setelah mabuk!" perintahnya.

Tiga pria berjas itu pergi mengikuti arahan dari sang tuannya. Surya yang tinggal, melakukan panggilan ke kantornya sambil berkata.

"Batalkan semua janji hari ini" seolah semudah membalikkan tangan, dia memberikan berbagai perintah pada bawahannya.

Selanjutnya yang bakal menjadi agendanya yaitu melakukan acara ritualnya. Dia pergi ke salah satu bar langganannya. Dia memerintahkan kepada yang lainnya untuk menyiapkan mobil untuk pergi ke tempat tersering dikunjungi setelah kantor. Surya menanggalkan pakaian kantornya, menggantinya dengan style layaknya seorang hidung belang berkelas. Diusianya yang sudah menginjak 45 tahun, dia tetap belum bisa meninggalkan kebiasaan buruk yang entah sejak kapan mulai digelutinya. Harus diakui, wajah tampan dengan alis tebal dan rahang kokoh ditambah lagi kekayaan yang melimpah bakal mudah baginya membuat para gadis mata duitan antri dihadapannya. Setelah beberapa saat melajulah mobil sedan dengan kecepatan sedang membelah jalanan raya.

Le Belle Bar.

Nama bar yang sudah cukup lama menjadi tempat pemuasan nafsu birahinya. Tempat dengan jagoan para pramunikmat yang tersedia selama 24 jam. Surya berjalan cepat menyusuri gedung dengan penerangan redup. Kemerlap lampu berputar memberikan sensasi kesenangan sementara. Dia duduk dimeja Bartender yang dikuti 2 pengawalnya. Seolah mengerti arti raut wajah masam pelanggannya, Jack, si pelayan bar menuangkan alkohol panas kedalam gelas yang berukuran mini. Sambil tersenyum penasaran dia bertanya.

Dear Atheism, I am (A) ChristianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang