***
Hari baru datang lagi menyambut penghuni bumi. Aku pergi menuju gereja, ingin berdoa. Sebelum aku masuk ke dalam ruangan, kuamati lingkungan sekitar. Tidak ada orang disini. Kulangkahkan lagi, meneruskannya sampai menuju altar. Aku duduk di kursi yang paling depan dan melakukan posisi berdoa. Hidup memang bisa berubah seiring waktu berjalan. Grace adalah pengaruh baik bagiku. Berkatnya aku bisa mengerti bagaimana Kristen. Itu adalah salah satu impian almarhum ibuku. Setidaknya aku hanya harus lebih berusaha untuk menjaga ayahku. Tatapan benci yang dulu kuberikan menjadi iba dan kasihan ketika melihat Surya Watson, pria yang darahnya mengalir di tubuhku.
Keinginan demi keinginan kupanjatkan satu per satu, dialamatkan kepada Pemilik Semesta. Jawabannya kuperlukan secepatnya untuk bisa memutuskan langkahku selanjutnya. Belum pernah aku bergantung pada apa yang tidak kelihatan seperti ini. Aku tak percaya akan apapun di dunia ini, tidak bahkan ayahku apalagi Tuhan. Tapi harus kuterima bahwa memang benar adanya Tuhan sekarang ini.
"Hai Watson! Apa yang kau lakukan?" Gadis dengan suara merdu menjumpaiku sesudah aku keluar dari gedung ibadah itu.
"Berdoa. Aku punya banyak sekali permintaan akhir-akhir ini" dia tersenyum mendengarku. Grace menggigit bibirnya sedikit, dia kelihatannya gugup. Aku tak sepandai dia dalam membaca ekspresi, tapi aku yakin kalau ada sesuatu yang mau dikatakannya padaku.
"Apa ada sesuatu yang ingin kau katakan?" penasaranku muncul.
"Ah? Tidak. Tidak ada" dia gelagapan seperti ketahuan mencuri.
"Aku mau ke panti. Apa kau mau ikut?"
"Duluan saja. Aku masih ada kerjaan di rumah" aku mengangguk lalu pergi meninggalkannya.
Kumasuki area panti asuhan Kasih Bapa seperti biasa. Anak-anak panti tampak sedang sibuk dengan pekerjaannya. Ada yang menyapu, membersihkan pekarangan, dan banyk lagi. Ketika aku masuk mereka menyapaku ramah.
"Watson! Silahkan masuk" bu Ruth melihat kedatanganku.
"Duduklah, biar kuambilkan teh"
Ruang tamu yang tak lebar ini kulihati dengan cermat. Karya seni yang buruk sekali, itulah kataku dulu, tapi sekarang ini tampak indah karena mengetahui kisah di dalamnya. Gambar rumah, bekas telapak tangan dan pohon di dindingnya itu bercerita tentang keadaan panti asuhan ini sendiri. Bisa kutebak pohon itu adalah pohon mangga yanga ada di depan sedangkan rumah itu adalah panti ini dan untuk tangan-tangan itu adalah bekas tangan para penghuni panti. Bu Ruth datang dengan teh hangat yang dibawanya. Wanita paruh baya itu duduk di depanku.
"Bu, apa Grace sudah dari dulu datang kesini?" aku membuka topik pembicaraan.
"Sudah. Kakaknya yang membawanya"
"Apa dia bukan anak tunggal?" tanyaku lagi. Aku tak pernah melihatnya atau mendengar hal itu.
"Hmm. Kakaknya meninggal tiga tahun lalu akibat tumor otak ganas."
"Kakaknya menderita tumor otak?" ucapku pelan. Aku semakin heran dengan jalan cerita bu Ruth ini. Siapa sebenarnya dia? Aku harus mengenalnya lebih baik lagi.
"Bukan kandung" ralat bu Ruth cepat."
"Kakaknya itu hasil adopsi dari panti asuhan ini. Umurnya masih 17 tahun ketika itu. Dia dulu terus datang kesini, selalu membawa Grace"
"Apa tumor otak itu menular?" aku penasaran lagi. Siapa tahu Grace tertular dari kakaknya.
"Tidak. Tumor otak itu tidak menular tapi, bisa karena keturunan." Jelas bu Ruth sambil menggelang.
"Lantas kenapa Grace punya penyakit yang sama?" lagi dan lagi penasaranku semakin tinggi. Aku bertanya heran.
"Apa?" bu Ruth terkejut dengan pertanyaanku seolah mendengar suara petir bergemuruh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Atheism, I am (A) Christian
SpiritüelCOMPLETE Read first and then you may comment! Mungkin dunia ini bukan untukku. Dia kelam dan juga gelap, penuh derita dan juga rasa sakit, sesak pun terus terasa. Tidak ada kata bahagia selama ini yang mampu mengubah itu semua. Sama sekali tak perna...