8 : Tujuan Hidup (2)

86 12 3
                                    

Mengapa gadis itu malah bisa membuatku terikat begini? Tak tahan dengan perkelahian pikiran dan batinku, aku memutar arah dan kembali ke sekolah berusaha menemukan ketua UKS itu di atap. Tidak ada.


Ah, dia kan selalu bilang kalau dia takut terlambat pulang. Bisa jadi karena dia tinggal di panti asuhan jadi harus mengikuti peraturan disana. Aku kembali menuruni gedung sekolah yang memiliki 7 lantai itu dengan gesit. Sebelumnya kusempatkan untuk melihat lantai 5, tempat dia biasanya mengunci ruangan pusat unit kesehatan sekolah. Tapi hasil yang kudapat di sekolah adalah nihil. Mesin merahku kunyalakan cepat untuk menuju lokasi panti asuhan. Dari pagar kecil yang dimiliki panti asuhan itu, aku tidak bisa melihat keberadaan gadis UKS itu. Dia tidak ada disini. Aku tahu itu karena tidak ada motor putih bercampur biru yang sering dikendarainya terparkir. Jadi dia kemana? Dia memang misterius atau aku yang teramat apatis?

Batin dan pikiranku bermain peran saat ini. Satu mengatakan aku harus masuk dan bertanya dan satu lagi mengatakan tidak perlu melakukan itu. Katanya putusanku sudah benar mencarinya sampai kesini, tapi jika mencari tahu lebih jauh maka aku bukan lagi Watson. Jika benar demikian maka aku siapa? Peperangan keduanya ada dalam diriku membuatku bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Aku hanya berusaha menunggu sebentar lagi di pagar ini, pagar rendah dengan besi bulat yang kecil-kecil. Mungkin kalau di mansionku, menjadi kandang burung pun masih kurang layak. Tidak terlalu buruk memang tapi untuk standar mansion pak Surya yang terhormat, maka ini tidak masuk levelnya.

"Cari siapa kak?" suara anak kecil datang dari belakangku. Dia membawa cat yang baru dibelinya. Bagaimana aku harus bersikap dengan anak kecil? Aku nyaris tak pernah berkomunikasi dengan anak kecil. Aku diam melihat anak ini. Dia ikut serta melihatku dengan penasaran.

"Mengapa larimu sangat cepat Barbie" suara gadis yang kukenal ngos-ngosan dari belakang. Dia berjalan sambil menunduk-nunduk karena kelelahan berlari.

"Watson?" gadis itu hampir sama herannya dengan anak kecil yang ada ditengah-tengah kami. Dia kembali memanggilku Watson, membuka kedua telingaku untuk mendengar.

Bagaimana ini? Apa aku mengharapkan pertemuan semacam ini? Aku diam dengan segala kekakuan yang ada. Gadis itu malah sebaliknya dia berubah menjadi tenang dan seperti biasanya. Dia tersenyum melihat kedatanganku di tempat kediamannya.

"Jadi kau berhasil menemukanku ya" dia berkata setelah kami sudah ada di dalam panti asuhan. Dia menuangkan teh hangat kedalam gelas yang ditujukan padaku. Kami tidak berdua ada juga pengurus panti yang akrab dipanggil bu Ester dan bu Ruth. Tadi setelah menyambutku, mereka pergi ke dapur untuk memasak, meninggalkanku di ruang aneh. Ruangan disini tidak rapi sama sekali. Dinding-dindingnya memiliki warna yang aneh-aneh. Ada warna hijau pada gambar pohon yang dilukis dengan cat baru, ada juga gambar rumah yang memiliki tiang yang sangat kecil. Telapak tangan warna-warni juga berebut menempel untuk memberi warna di dinding. Karya seni yang jelek sekali. Tapi untuk apa aku memperhatikan itu semua. Aku tak biasa sampai sedetail itu jika mengenai tempat. Aku harus tampak seperti Watson.

"Apa bantuan yang kamu inginkan" tanyaku langsung.

"Tak baik jika aku bilang disini. Lagian kau tampak gusar dari tadi. Mau berjalan ke rumahku?" apa katanya? Ke rumahnya? Bukankah dia tinggal disini? Hari itu aku melihatnya dengan jelas. Dia memarkirkan motornya di halaman panti asuhan Kasih Bapa ini bahkan berganti pakaian pun di salah satu ruangan disini.

"Apa kau tidak tinggal disini?" tanyaku tak sabar.

"Aku? Tidak. Aku tinggal bersama orang tuaku" pernyataannya membuatku mendapat jawaban atas hipotesaku kala itu. Jadi dia tidak tinggal disini.

"Aku anak kandung mereka" dia berlanjut lagi. Kurasa gadis ini bisa membaca ekspresiku yang bertanya-tanya. Jika demikian untuk apa dia datang kesini?

Dear Atheism, I am (A) ChristianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang