3 | Amplang Gratis

268 106 137
                                    

Happy Reading🌼

***

"Empat ratus..., lima ratus..., enam ratus..., enam ratus dua puluh lima. Masih kurang tiga ratus tujuh puluh lima lagi. Kalau gue nabung pake uang jajan gue cukup gak yah? Atau gue cari kerja sampingan aja. Tapi, kerjaan apa?"

Tepat lima menit yang lalu telah terjadi pemecahan celengan ayam secara sengaja yang dilakukan olehku. Uang yang telah aku kumpulkan dengan jerih payahku menahan segala godaan yang ada kini harus digunakan untuk membayar uang ganti rugi. Mungkin aku tidak akan langsung memberikan semua uangnya. Sesuai dengan perkataanku, aku akan menyicilnya sedikit demi sedikit kepada cowok itu. Setidaknya aku masih memiliki uang untuk berjaga-jaga bila terjadi hal yang tak terduga nantinya.

Segera kusimpan uang yang telah aku hitung tadi. Sepertinya aku akan mulai untuk menyicil sebanyak seratus ribu per hari.

Setelah itu, pandanganku mulai beralih pada tumpukan tugas yang telah menanti. Kuambil satu buku yang terletak di paling atas tumpukan dan mencoba untuk membukanya. Seketika aku merasa seperti seorang bayi yang baru saja dilahirkan ke dunia, yang bahkan belum mengerti apa pun.

"Kalau soal ginian mah makanannya Anna, gue mana ngerti," keluhku sambil menutup buku itu kembali. Ketika tanganku hendak meraih buku kedua, suara ketukan pintu membuat aktivitasku terhenti.

Sedetik kemudian muncul seorang wanita separuh baya yang selama ini selalu menjadi penyemangat dan juga segalanya bagiku.

"Ada apa, Bun?" tanyaku lembut.

Aku melihat Bunda berjalan mendekat ke arahku dengan senyuman yang tak pernah hilang dari wajahnya. Senyuman yang membuat dirinya terlihat semakin cantik meskipun diumurnya yang tidak lagi dibilang muda.

"Anak Bunda lagi belajar ya?"

"Iya, Bun. Lagi ngerjain tugas yang numpuknya minta ampun," jawabku sambil menghembuskan nafas berat.

Tangan Bunda perlahan terangkat untuk mengelus kepalaku lembut. "Kasihan anak Bunda. Ya udah, kerjain tugasnya yang benar."

"Bunda belum jawab pertanyaan Ari. Bunda ngapain masuk ke kamar Ari?"

"Tadinya Bunda mau minta tolong ke kamu buat beliin obat di Apotik. Tapi karena kamu lagi banyak tugas, biar Bunda aja yang beli sendiri," jelas Bunda.

"Siapa yang sakit, Bun?"

"Adik kamu, Rio. Dia demam."

"Ya udah, biar Ari aja yang beliin obatnya. Bunda di sini aja jaga Rio."

Tanganku bergerak untuk mengambil jaket yang telah tergantung di belakang pintu kamarku dan dengan cepat aku memakainya.

"Ini uangnya," ucap Bunda dengan memberikanku selembar uang berwarna merah.

"Gak usah, Bun. Pakai uang Ari aja. Assalamualaikum, Bun," jawabku yang langsung memberi salam sembari mencium punggung tangan Bunda. Setelah itu, segera kulangkahkan kakiku pergi menuju Apotek terdekat.

Dalam perjalanan pulang aku menyempatkan diri untuk pergi ke minimarket. Mungkin aku akan membelikan roti coklat kesukaan Rio, juga untuk beberapa adik panti yang lain. Langkah kakiku langsung tertuju pada bagian di mana beberapa jenis roti telah dipajang. Tanganku bergerak untuk mengambil dan meletakkannya di dalam keranjang. Tak lupa, aku juga mengambil beberapa roti coklat kesukaannya Rio.

Ketika ingin menuju meja kasir tiba-tiba saja aku melihat sebuah objek yang membuat langkah kakiku terhenti. Objek tersebut bagaikan magnet yang membuatku tanpa sadar melangkahkan kaki untuk bergerak mendekat. Kini aku telah berada di dekat objek tersebut. Dengan mata yang berbinar-binar kuarahkan pandanganku pada beberapa jenis amplang yang telah terpajang dihadapanku. Yah! Objek yang kumaksud adalah amplang. Aku sungguh sangat menyukai amplang.

ArishtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang