21 | Mencoba untuk akrab

79 29 2
                                    

Happy Reading🌼

***

"An, lo gak ke kantin?" tanyaku kepada Anna yang tengah sibuk menyalin catatan. Lihatlah! Betapa fokusnya dia menyalin.

Anna menggelengkan kepalanya. "Kalian aja, gue mau nyatet pelajaran yang tadi, takut ketinggalan gue," ujarnya singkat. Kemudian, kembali melanjutkan aktivitasnya.

Aku hanya bisa terdiam mendengar jawaban dari Anna. Sungguh seorang siswi yang begitu teladan.

"Ya elah, santai aja kali! Baru juga sekali," timpal Mao.

"Dua kali," tukas Anna dengan begitu sarkas.

Pandangannya kini tepat mengarah ke arahku, membuatku segera mengalihkan pandangan. Aku sungguh mengerti akan maksud dari tatapan matanya itu.

"Dua kali gak masuk jam pelajaran itu udah kayak ditinggalin doi pas lagi sayang-sayangnya, sakit," ucap Ara yang mulai ikut bersuara.

"Lah, baper nih bocah!" seru Mao.

Aku menghembuskan nafasku pelan. "Ya udah, kita bertiga. Entar beliin aja cilok buat Anna," ujarku mengambil keputusan.

Jika tidak segera menuju kantin, mungkin saja tidak akan ada tempat yang kosong lagi.

"Bertiga? Berempat dong," tutur Ara, yang membenarkan ucapanku.

Aku mengernyitkan dahiku heran. "Satunya siapa?" tanyaku.

Bukankah Anna tidak ingin pergi? Tentunya, saat ini hanya tersisa tiga orang saja.

"Dani," jawab Ara enteng.

Aku mengangkat kedua alisku tak percaya. Bahkan, aku juga tidak menyadari kehadiran Dani yang telah berada di samping Ara. Sungguh, pertemanan mereka berlangsung begitu cepat.

"Gak apa-apa kan dia ikut kita?" tanya Ara kepadaku.

Hei! Kenapa hal seperti ini harus bertanya kepadaku terlebih dahulu? Pandanganku kini menatap ke arah Mao. Dia bahkan terlihat tidak peduli sama sekali.

Akhirnya, aku pun memutuskan untuk menganggukan kepala pertanda setuju. Aku tidak memiliki hak melarang Dani untuk ikut. Bukankah setiap orang memiliki hak untuk berteman? Ya, itu adalah haknya.

🌵🌵🌵

Selama perjalanan menuju kantin, Ara terus saja berbicara dengan Dani. Pembicaraan yang sungguh terlihat seru, sampai-sampai dirinya melupakan kehadiranku dan Mao di sini.

"Mao, si Ara kok jadi deket gitu ya sama Dani?" tanyaku, yang tak dapat lagi menahan rasa penasaranku.

Mao mengangkat kedua bahunya. "Mana gue tau, tanya aja sendiri," jawabnya acuh tak acuh.

"Yee.. Sewot amat sih!" seruku kesal, ketika mendengar jawaban entengnya itu.

"Bodo!"

Aku mencoba menahan rasa kekesalanku kepada seseorang yang sayangnya adalah sahabatku.

Tanpa ada rasa bersalah, Mao melangkahkan kakinya lebih cepat untuk segera sampai di kantin. Dia bahkan tega meninggalkanku dengan dua insan yang sampai saat ini masih terlihat sibuk dengan dunia mereka sendiri.

Merasa terabaikan, aku pun mencoba untuk ikut masuk ke dalam pembicaraan mereka.

"Seru amat, lagi bicarain apa?" tanyaku penasaran.

Ara menghentikan pembicaraannya dan melihat ke arahku. "Lagi cerita tentang teman-teman sekelas kita, Dani mau tau soalnya," jawabnya dengan nada santai.

ArishtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang