46 | Lupa Bayar

8 0 0
                                    

Happy Readings🌼

***

Aku melangkahkan kaki dengan berat menyusuri sepanjang koridor sekolah. Semalam aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikiranku terus dihantui oleh bayang-bayang peneror itu. 

Beruntungnya kemarin aku bisa sedikit ngeles ketika mendapatkan berbagai macam pertanyaan dari Kak Bagas. Walaupun masih sedikit merasa curiga tentunya. Secepat mungkin aku berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan.

Hingga aku merasakan sebuah tepukan pada bahu kananku. Ketika aku menoleh ke belakang, tiba-tiba saja muncul sebuah wajah yang saat ini begitu dekat denganku.

Plak!

"Huwaaa!" teriakku kaget.

"Awshh, sakit woyy! Pagi-pagi udah main geplak kepala gue," Keluh seseorang yang kini telah mundur beberapa langkah untuk menjauh dariku.

Rasa kagetku kini telah tergantikan dengan perasaan kesal. Seseorang itu adalah Mao. "Lo bikin gue kaget tau gak!!" seruku.

"Habisnya pagi-pagi udah ngelamun aja, ada utang lo?" tanya Mao sambil mengelus bagian kepalanya.

"Kepo!" jawabku cepat. Setelah itu, aku mulai bergegas menuju di mana kelasku berada, meninggalkan Mao seorang diri.

🌵🌵🌵

"Pokoknya hari ini kalian makan sepuasnya, gue yang bayar," kataku dengan nada sedikit sombong.

"Yang bener lo?" tanya Mao dengan nada tidak percaya. Aku memutar kedua bola mataku dengan malas, kemudian mulai menganggukan kepala dengan yakin.

Melihat responku barusan membuat Mao menjadi lebih bersemangat dengan senyum lebar yang terpatri di wajahnya. "Kalau gitu gue gak bakalan sungkan," ucapnya lagi dengan enteng.

Belum sempat aku mengucapkan sepatah kata, salah satu tangan Anna telah terlebih dahulu melayang di udara untuk menoyor kepala Mao. "Jangan gak tau diri juga," ucapnya kemudian, yang tentunya hanya direspon dengan dengusan malas dari sang lawan bicara.

Melihat interaksi antara keduanya membuatku tanpa sadar menggelengkan kepala heran. Yah.., setidaknya aku bisa merasa lega. Tidak ada lagi raut wajah takut atau pun cemas seperti apa yang aku lihat kemarin. Ini juga merupakan salah satu usaha yang aku lakukan untuk dapat menebus rasa bersalahku. Masalah yang bermula dari diriku hingga akhirnya harus ikut menyeret ketiga sahabatku yang mencoba untuk membantu.

"Sebenarnya gue merasa bersalah sama kalian. Gara-gara gue, kalian jadi ikut-ikutan kena," ucapku dengan nada suara yang lirih. Ketiganya sontak menghentikan aktivitas mereka dengan pandangan yang masih tertuju ke arahku. Dapat aku pastikan bahwa mereka sedikit terkejut dengan penuturanku barusan.

"Gak usah merasa bersalah gitu kali. Ini semua kan kita yang mau? Resiko apa pun itu, kita bakalan tetap bantu lo," jelas Mao dengan sedikit cuek. Namun aku dapat merasakan rasa kepedulian yang diberikan oleh Mao dari caranya menatapku.

"Gue tau, lo pasti kepikiran tentang gue."

Aku mengalihkan pandanganku kepada Ara yang akhirnya mulai ikut bersuara. Sebenarnya sejak tadi aku terus memperhatikan Ara yang hanya memilih untuk diam dan enggan untuk ikut berinteraksi dengan kami. 

"Gue baik-baik aja kok. Mungkin kemarin gue syok karena masih belum siap aja. Tapi lo gak usah khawatir, gue aman," ucapnya lagi yang berusaha untuk meyakinkanku sepenuhnya. Sepertinya aku terlalu berpikir berlebihan. Ara jauh lebih kuat dari apa yang aku perkirakan.

"Kita gak boleh biarin orang itu terus-terusan ganggu kita," tambah Anna.

"Gue cuma berharap masalah ini bisa cepat selesai," Ucapku dengan sedikit lirih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ArishtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang