9 | Salah sangka?

134 67 40
                                    

Happy Reading 🌼

***

Tak kusangka, kejadian yang aku alami tadi pagi begitu cepat tersebar hingga ke seluruh penjuru sekolah. Entah siapa yang telah menyebarkan gosip ini, yang pasti saat ini semua orang tengah membicarakanku. Hal itu tak menjadi pengecualian pada saat berada di kantin. Dengan kondisi tengah makan atau minum pun mereka masih menyempatkan diri untuk bergosip ria mengenai diriku. Bahkan pandangan mata mereka yang sering kali menatap ke arahku membuatku menjadi risih. Siapa sih yang tidak risih ditatap seperti itu ketika sedang makan?

Brak!

Lamunanku tiba-tiba saja terhenti ketika aku mendengar suara gebrakan meja yang begitu kuat. Ternyata, orang yang telah menggebrak meja itu adalah Mao. Aku melihatnya kini berdiri dengan wajah yang menampilkan semburat kemarahan. Ada apa dengannya?

"Kalian semua bisa diam gak sih! Kalau makan itu makan, gak usah ngomong! Kagak pernah di ajarin apa!"

Seketika kantin pun menjadi senyap. Mereka yang sedari tadi terus bergosip ria kini sudah menutup mulutnya rapat-rapat. Kemarahan Mao kali ini sungguh berhasil membuat mereka terdiam seribu bahasa, tidak berani barang mengucapkan satu kata pun. Jangankan mereka, aku saja yang bukan menjadi sasaran dari kemarahannya Mao juga ikut terdiam. Apa kabar dengan mereka?

"Lo sekarang duduk dulu ya, yang lain juga udah pada diem," bujuk Anna mencoba untuk meredakan kemarahan Mao. Hanya Anna yang memiliki keberanian untuk membujuk Mao yang tengah kalap saat ini.

"Udah gak selera makan bakso! Gue mau beli mi ayam aja," ucap Mao kemudian segera melangkahkan kakinya pergi. Sementara, aku hanya bisa terdiam melihat kepergian Mao untuk memesan makanannya yang baru.

"Gak selera apaan? Udah habis juga baksonya!" Pandanganku langsung teralihkan ketika mendengar seruan dari Ara.

Seperti apa yang Ara katakan, aku melihat mangkuk bakso Mao yang telah kosong. Dengan ini aku bisa menyimpulkan bahwa Mao tidak memiliki selera untuk makan bakso yang kedua kalinya, sehingga ia lebih memilih untuk makan dengan mie ayam.

"Gila banget sih kalau dia udah marah, sampai gemetar gue," keluh Ara lagi.

Memang benar, ketika Mao sedang marah tadi aku sempat melirik sekilas ke arah Ara. Mungkin jika orang lain yang melihatnya akan terlihat biasa saja. Tapi dari pandanganku, aku lebih terfokuskan pada kedua tangan Ara yang terlihat bergetar. Mungkin Ara juga merasa terkejut dengan sikap Mao yang tiba-tiba saja berubah ketika sedang marah.

"Sampai sekarang masih gemetar tuh," ucapku sambil melihat ke arah tangannya.

Ara yang mendengar penuturanku pun langsung menyembunyikan kedua tangannya. "Apaan! Gak usah lihat-lihat tangan gue! Makan aja makanan lo sana."

"Iya deh, iya." Aku pun kembali melanjutkan aktivitas makanku. Kali ini aku bisa dengan tenang menikmati makananku karena tak ada lagi pembicaraan atau tatapan-tatapan yang terus membuatku merasa risih. Sepertinya Mao melakukan semua ini untuk membantuku. Sungguh sahabat terbaik.

"Lo kalau jalan yang bener dong!"

Lagi-lagi pandanganku harus teralihkan ketika aku mendengar suara seseorang yang begitu familiar.

"Eh, itu Mao bukan sih?"

"Iya, itu Mao! Dia lagi berantem tuh sama cowok. Ayo, kita susul dia!"

Aku menganggukan kepala pertanda setuju dengan apa yang barusan Anna katakan. Tanpa membuang waktu lagi, aku dan kedua sahabatku segera pergi menuju ke tempat Mao berada.

ArishtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang