6 | Paket misterius

181 80 40
                                    

Happy Reading🌼

***

"Thanks ya, udah mau anterin gue," ucapku, ketika mobil Anna telah berhenti tepat di depan rumahku. Dengan segera aku pun keluar dari mobilnya.

"Iya, santai aja," jawab Anna yang tersenyum kepadaku.

"Oh iya, kalau lo butuh apa-apa kasih tau aja ke kita. Kita semua pasti bantu." Aku hanya bisa tersenyum mendengar ucapan Ara. Sebegitu khawatirnya dia terhadap masalahku.

"Tenang aja, nanti gue suruh Mao."

"Lah, kok cuma gue doang sih? Yang lain juga dong!" Penolakan yang begitu spontan dari Mao membuatku terkekeh pelan. Dasar Mao! Masih saja suka ngegas ketika menjawab sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya.

"Kalau gitu kita pergi dulu." Aku hanya bisa tersenyum sembari melambaikan tanganku melihat kepergian mobil Anna. Ketika mobil Anna telah menghilang dari pandanganku, barulah kulangkahkan kakiku untuk masuk ke dalam rumah.

Namun, langkahku harus terhenti ketika ada seorang pengendara motor yang berhenti tepat di depan rumahku. Aku bisa menyimpulkan bahwa dia adalah seorang pengantar paket. Itu bisa dilihat dari pakaian dan juga beberapa kotak yang tertata rapi di jok belakang motornya.

"Permisi, ada kiriman paket buat Arishta."

"Saya Arishta."

"Oh, kalau begitu silahkan tanda tangan di sini, Mbak." Dengan muka penuh kebingungan, aku mengikuti apa yang diperintahkan oleh si pengirim paket untuk menandatangani paket tersebut. Setelah selesai, kini paketan tersebut telah berada di tanganku.

"Maaf, Mas. Saya mau nanya, paketan ini dari siapa ya?" Jelas saja aku bertanya demikian. Karena di kotak paket yang baru saja aku terima tidak tertulis nama dari si pengirim paket. Hal itu justru membuatku semakin penasaran.

"Saya juga kurang tau, Mbak. Karena udah dari kantornya gak ada nama pengirimnya." Jawaban dari Mas pengirim paket tersebut semakin membuatku merasa penasaran. Ternyata masih ada saja seseorang yang lupa untuk menuliskan namanya.

"Jangan-jangan isinya bom lagi."

"Mbaknya bisa aja. Kalau memang isinya bom pasti daritadi udah meledak ngenai saya." Benar juga kata si Mas pengirim paket. Pasti bomnya udah meledak daritadi dan bakalan mengenai Mas-nya.

"Dari penggemarnya Mbak kali," ucap si Mas pengirim paket itu lagi.

"Mana mungkin. Saya gak punya penggemar kok," ucapku segera membantah perkataan si Mas pengirim paket.

"Yaudah kalau gitu Mbaknya buka aja paketannya. Saya mau ngirim ke tempat yang lain juga."

"Oh iya, Mas. Makasih."

Aku kembali melangkahkan kakiku untuk masuk ke dalam rumah dengan kedua tangan yang tengah membawa sebuah paket. Lagi-lagi langkahku harus terhenti ketika aku menemukan sebuah pesawat kertas berwarna hitam yang mendarat dekat dengan kakiku. Aku berlutut untuk mengambil pesawat tersebut. Mungkin saja ini adalah mainan dari adik-adik panti.

Begitu tubuhku telah masuk seluruhnya ke dalam rumah langsung saja aku dikerumuni oleh adik-adik panti yang begitu lucu.

"Kak Ali tudah pulang!"

"Yeayy! Kak Ali pulang!"

"Kak Ari, bukan Kak Ali."

"Aliiii!"

Aku hanya bisa tersenyum menahan tawa melihat keributan yang mereka ciptakan. Kini aku mulai berlutut dan segera kurentangkan tanganku lebar-lebar untuk bisa mendekap semuanya.

ArishtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang