25 | Kejujuran yang diungkapkan Zarel

61 28 10
                                    

Happy Reading 🌼

***

Kali ini, aku memutuskan untuk datang lebih pagi ke sekolah. Bukan karena perintah dari Kak Bagas, melainkan atas kemauanku sendiri.

Kalian pasti merasa heran dengan keputusanku saat ini. Tidak. Arishta yang dulu masih sama dengan Arishta yang sekarang, masih pemalas dan suka pelupa. Aku hanya terpaksa datang karena ingin menyalin tugas sejarah yang belum aku selesaikan. Jadi, aku harap kalian bisa menyingkirkan rasa heran itu.

"Oh ya, Ra. Gimana perkembangan lo sama Kak Zarel?" tanyaku, sambil membalikkan badan ke arah tempat duduk Ara. Tanganku juga terulur untuk mengembalikkan buku tugas sejarahnya yang telah selesai aku salin.

Bukan tanpa alasan aku memilih untuk menyalin buku Ara. Itu semua dikarenakan buku Anna yang telah dipinjamkan terlebih dahulu kepada Mao.

"Yaa, gitu," jawab Ara dengan malas. Sepertinya tidak terlalu baik.

"Gitu gimana? Jelasin dong?"

Sontak, aku mengalihkan pandanganku ketika mendengar pertanyaan dari Mao. Cewek itu ternyata telah selesai menyalin dan kini, raut wajahnya terlihat begitu penasaran.

"Iya nih, bikin penasaran aja," tukas Anna yang mulai ikut bersuara.

Pandanganku kembali terarahkan kepada Ara. Sebenarnya aku tidak ingin membahas masalah ini lebih lanjut, melihat raut wajahnya yang tidak bersemangat. Namun, tidak bisa menampik bahwa aku juga penasaran mengenai perkembangan hubungan Ara dengan Kak Zarel, cowok yang dia sukai.

"Yah gitu, masih seperti biasanya," jawab Ara yang terlihat cuek. Kedua tangannya bergerak untuk mengambil sebuah novel dan mulai membacanya. Aku pikir dia sengaja melakukan hal ini untuk membuat kami tidak bertanya lebih lanjut lagi.

"Gak ada kemajuan dong," ujar Mao lagi.

Aku sungguh ingin memaki kepada Mao saat ini. Mengapa sahabatnya ini sungguh tidak bisa melihat situasi?

Tiba-tiba saja, Ara meletakkan novel yang tengah dia baca. "Dia selalu baik sama gue. Setiap kebaikan yang dia lakuin ke gue buat rasa suka gue semakin bertambah. Tapi, gue takut kalau dia memang baik ke semua orang. Gue takut, kalau cuma gue yang suka sama dia," jelas Ara kemudian. Raut cemas sungguh dapat terlihat dari wajahnya saat ini.

"Gue gak bisa ngomong apa-apa." Setelah sekian lama berdiam diri, akhirnya Anna pun mulai bersuara.

"Gue yakin kalau Kak Zarel pasti juga suka sama lo," ucapku berusaha untuk meyakinkan Ara. Tak lupa aku menunjukkan senyumanku padanya.

Ara mendengus sebal ke arahku. "Lo mah, gak usah bikin gue terbang tinggi. Nanti gue jatuh," ujarnya yang terlihat frustasi. Kepalanya kini dia letakkan di atas meja. Sungguh kasihan sahabatku yang satu ini.

"Gini-gini. Lo tau kan? Gak mungkin ada asap tanpa adanya api. Jadi, Kak Zarel gak mungkin kasih perhatian kalau dia gak suka sama lo," jelasku kepada Ara, layaknya seperti seorang pakar cinta.

Padahal aku juga baru pertama kali ini berpacaran dan belum mengerti apa-apa. Namun, di depan Ara aku harus terlihat seperti orang yang berpengalaman.

"Tapi—"

"Pesimis banget sihh! Optimis dong! Mana Ara yang gue kenal," sergahku dengan cepat. Katanya suka, tapi cepat sekali menyerah. Gimana mau dapat hasilnya?

Anna mulai tersenyum sambil menganggukan kepalanya. "Walaupun gue gak ngerti masalah beginian, tapi apa yang dikatakan Ari ada betulnya. Jadi, lo harus tetap semangat. Semangat!" ujarnya sambil menyemangati Ara. Aku pun ikut tersenyum mendengarnya.

ArishtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang