10 | Geng Rigel

119 54 9
                                    

Happy Reading🌼

***

"Jadi, nama gengnya itu Rigel dan Kak Bagas sebagai ketuanya. Oh ya, yang gue bilang tentang jumlah anggotanya yang sampai ratusan itu cuma sekedar berita yang gue dengar doang. Sampai sekarang belum ada berita yang pasti mengenai jumlah anggota geng Rigel. Dan, selain temannya Kak Bagas tadi, gue gak tau lagi anggota mereka," jelas Ara panjang lebar.

Saat bel pulang sekolah telah berbunyi tadi, aku langsung meminta kepada Ara untuk menceritakan semua yang ia ketahui mengenai geng yang dimiliki oleh cowok itu. Semenjak aku mengetahui jumlah anggota yang dimiliki oleh geng Rigel mencapai ratusan, jiwa keingintahuan yang ada di dalam diriku pun mulai bangkit. Dan, beginilah akhirnya. Dari ruang kelas hingga menuju parkiran, Ara terus saja bercerita mengenai geng Rigel itu yang menurutnya sungguh keren, namun juga mengerikan.

"Gue heran deh sama kalian berdua, nama geng Rigel itu udah terkenal di seluruh sekolah ini. Tapi kalian masih aja gak tau," tambah Ara lagi.

"Yaudah sih, sekarang kan udah tau juga," jawab Mao santai sambil memakan keripik kentangnya. Aku yang mendengarnya langsung saja menyetujui perkataan Mao dengan angggukan kepala.

"Gue juga gak bakal buat masalah lagi kok, santuy aja."

"Masalahnya bukan itu. Gue takut waktu lo buat masalah di kantin tadi ada anggota Rigel lainnya yang lihat. Secara, masalah lo ini langsung sama keempat petinggi Rigel. Kalau sampai mereka gak terima lihat kelakuan lo tadi, bisa habis lo."

Apa yang diucapkan oleh Ara membuatku berpikir bahwa itu mungkin saja bisa terjadi. Sepertinya aku mulai menyesali perbuatan yang telah aku lakukan di kantin tadi. Bagaimana jika memang ada anggota geng Rigel yang melihat dan ingin membuat perhitungan denganku? Mungkin ada saatnya ketika kita tidak harus ikut campur ke dalam permasalahan seseorang, atau diri kita sendiri yang akan menanggung akibatnya. Dan kini, aku harus menanggung akibat itu seorang diri.

"Yaa ... gue tinggal minta maaf aja sama ketuanya," ucapku. Tidak ada lagi pilihan lain. Jalan satu-satunya adalah dengan meminta maaf kepada cowok itu agar duniaku bisa aman.

"Lo yakin Kak Bagas mau maafin lo?" tanya Anna yang terlihat tidak yakin. Jangankan Anna, sebenarnya aku sendiri juga tidak yakin kalau cowok itu mau memaafkanku.

"Di coba aja dulu. Kita gak akan tau kalau belum mencobanya," jawabku dengan yakin. Anna yang mendengar ucapanku hanya bisa menganggukan kepalanya.

"Ari awas!" Tiba-tiba saja Ara berteriak dan menyuruhku untuk segera beranjak dari posisiku berdiri saat ini.

Brum! Brum!

Aku sontak melebarkan kedua mataku ketika melihat seorang pengendara motor yang tengah melaju begitu kencang ke arahku. Pengendara motor itu sudah semakin dekat, namun kedua kakiku seakan enggan bergerak untuk bergeser sedikit guna menghindarinya. Sepertinya aku hanya bisa pasrah mempersiapkan rasa sakit yang tak lama lagi akan kurasakan ketika tubuhku terhantam oleh motor itu.

Wush!

Terpaan angin yang begitu kencang membuatku semakin melebarkan kedua mata. Tak menyangka, dengan jarak yang begitu dekat pengendara itu masih bisa menguasai motornya dengan membelokkan setirnya ke arah kanan. Hingga akhirnya ia tidak jadi menabrakku, melainkan hanya melewati samping kanan tubuhku. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba saja kedua kakiku terasa begitu lemas. Tanpa dapat dicegah tubuhku langsung terjatuh begitu saja ke bawah.

"Ri, lo gak apa-apa kan!"

"Ri, lo aman kan!"

"Gue khawatir banget sama lo!"

ArishtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang