treize

994 194 14
                                    

Ria

Aku memasuki ruang latihan sambil mengikat rambutku, tapi aku langsung menghentikan aktivitasku itu bahkan berhenti di pintu masuk ruang katihan ketika melihat Rue yang ada di ruang latihan dan sedang membenarkan posisi kameranya.

"Bonjour," sapa Rue tanpa melihat kearahku seakan-akan dia tau bahwa aku berada disini. "Tidurmu nyenyak?"

"Kenapa kalo nggak nyenyak?" tanyaku sambil merapihkan rambutku lagi untuk mengikatnya.

"Mau aku nyanyiin kaya dulu?" tanyanya yang kini menatapku.

Aku menghentikan aktivitas mengikat rambutku lagi dan kembali menjatuhkan rambutku, menatap Rue dengan pandangan yang ... bagaimana aku menjelaskannya? Sedih? Rindu? Hampa? Aku nggak tau.

Aku masuk ke ruang latihan dan mengikat kembali rambutku lalu mencepolnya, aku lalu mengeluarkan hairpin untuk memperkuat cepolan rambutku agar tidak jatuh saat sedang latihan.

Aku masuk ke ruang latihan dan mengikat kembali rambutku lalu mencepolnya, aku lalu mengeluarkan hairpin untuk memperkuat cepolan rambutku agar tidak jatuh saat sedang latihan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Let me help you," ujarnya.

"Don't," laranganku. "I can do it myself."

"Tapi kamu kesulitan sekarang kan?" ujar Rue mengambil ahli hairpin ditanganku dan menjepitnya dibagian yang tepat untuk memperkuat cepolan rambutku. Ya, dia masih mengingat dimana harus menjepitnya. Tapi kenapa dia masih mengingatnya?

Tangan Rue melingkari pinggangku tanpa permisi, aku terlonjak dan menengok kearahnya. Rue seperti enggan melepaskannya dan justru menumpukan dagunya ke bahuku.

"Let me go," ujarku.

"I miss you."

"Stop talking about that. We...." aku kehilangan kata-kataku, aku nggak tau harus melanjutkan kata itu dengan apa. Dan kenapa aku harus selemah ini hanya karena sebuah pelukan dan sebuah ... kata rindu yang masih begitu abu-abu?

Benarkah dia merindukanku?

"We what?" tanyanya.

"Let me go. Kalo yang lain masuk—"

"Kamu datang terlalu awal."

"Berhenti mencari celah," ujarku dan melepaskan tangannya dengan paksa. Aku sedikit menjauhinya kemudian berbalik menatapnya dengan mataku yang terasa panas dan Rue hanya menatapku dengan datar seakan menunggu apa yang akan kukatakan padanya.

"Jangan mencari celahku lagi .... jika kamu nggak bisa jelasin semua hal tentang 'kita' ... jangan pernah—"

"Semua hal tentang 'kita'," ujarnya melangkah lebih dekat padaku, wajahnya ia sejajarkan denganku hingga hidung kami saling bersentuhan, matanya yang teduh menatap mataku dalam, "kamu mau jawaban yang kaya gimana supaya kamu puas?"

"Kenapa harus aku yang jawab? Kenapa nggak pakai jawabanmu sendiri?"

"Because I don't have an answer. Puas?"

MONOCHROMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang