quartorze

960 181 28
                                    

Ziel

Gua mengaransemen lagu lagi setelah mendapat laporan dari Monsieur Albert kalau lagu yang kemarin temponya masih terlalu cepat, padahal gua udah memperlambat temponya tapi katanya masih kecepatan dan pas ganti babak terlalu terburu-buru sehingga p...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gua mengaransemen lagu lagi setelah mendapat laporan dari Monsieur Albert kalau lagu yang kemarin temponya masih terlalu cepat, padahal gua udah memperlambat temponya tapi katanya masih kecepatan dan pas ganti babak terlalu terburu-buru sehingga para pebalet pemalas itu kalang kabut nyamain tempo.

"Masih nggak mau latihan bareng?" tanya Monsieur Albert atau lebih tepatnya L'oncle Albert. Ya, beliau adalah adik dari ibu gua dan otomatis gua jadi keponakannya.

"Nggak," ujar gua masih menekan tuts-tuts piano dan mengganti kunci di sheet music buatan gua.

"Ayolah, jangan keras kepala begitu. Mereka berusaha keras lho."

"L'oncle yang bilang kalo mereka nggak mengecewakan, nyatanya mereka mengecewakan banget. Jiwa mereka nggak nyatu sama musik, asal gerak aja. Pasti pentas bisa bagus juga karena mereka menghapal tempo dan ketukan, bukan pakai perasaan."

Gua adalah seorang pianis sekaligus komposer yang sering membuat lagu untuk orkesta-orkesta ternama di berbagai penjuru dunia. Gua nggak pernah memasuki dunia musik perbaletan ataupun teather, tapi L'oncle Albert memaksa gua mencobanya dengan membuat lagu untuk yayasan tempatnya bekerja.

Jujur, gua menaruh harapan besar pada yayasan Fantasia karena L'oncle Albert udah tercatat namanya sebagai pelatih balet ternama. Tapi ketika gua tes satu-satu malah mengecewakan banget.

"Hei, lagipula kamu belum tes semuanya," ujar L'oncle Albert sambil duduk diatas grand piano gua.

"Semuanya udah jelek, yang terakhir mana ada harapan."

"Lho? Ria itu penari utama yayasan lho. Dia berbakat."

Gua menghentikan aktivitas gua. "Penari utama?" gua lantas teringat kembali akan gadis tempo hari yang membuat kesepakatan gila sama gua.

"Her name," ujar gua.

"Apa?"

"Siapa namanya?"

"Ria. Memoria Yuki Kezie."

"Jam segini masih ada yang latihan?" tanya gua.

L'oncle Albert tampak berpikir. "Kayanya ng—Eh, Zizi, mau kemana?"

"Stop call me like that!" ujar gua sambil keluar dari rumah gua dan mengendarai mobil menuju yayasan Fantasia.

Latihan di yayasan Fantasia biasanya nggak nentu, tapi melihat L'oncle Albert yang bisa mampir ke rumah gua di jam segini, itu artinya latihan udah selesai dan si penari utama itu—Memoria Yuki Kezie, dia pasti latihan seorang diri seperti kemarin, karena besok adalah deadline kesepakatan kami.

Nggak butuh waktu lama bagi gua untuk sampai kesana karena jarak rumah gua yang nggak begitu jauh dari yayasan tersebut. Gua segera menuju ke ruang latihan.

MONOCHROMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang