dix-neuf

888 173 42
                                    

Ria

"Yvonne, kamu terlalu lambat. Gerakan kamu memang gemulai, tapi nggak secepat yang lain. Coba sesuaikan dengan musik, ketukan, dan teman-teman kamu," ujar Ziel yang menghentikan permainan pianonya untuk kesekian kali untuk mengoreksi gerakan-gerakan yang salah.

Ziel lalu kembali memulai permainan pianonya sambil sesekali terus melirik kearah para pebalet. Sementara Monsieur Albert terus menghitung atau sesekali meneriaki nama-nama pebalet yang tak selaras.

"Scene berikutnya masuk!" perintah Monsieur Albert.

Aku dan para pebalet yang kedapatan scene pun segera masuk dan mulai menari ketika Ziel mengganti permainan pianonya.

"Ikuti ketukan dan ritmenya! Lebih lambat dan dramatis!" ujar Ziel sambil terus memainkan pianonya. "Isaac, lebih dramatis!"

Selama menari, Ziel jauh lebih aktif bicara daripada Monsieur Albert. Ziel lebih sering menegur dan tegurannya selalu tepat sasaran, sehingga membuat pebalet yang ditegur segera memerbaiki. Ziel melakukannya seperti sekali dayung, dua pulau terlewati. Dia melakukan semuanya sekaligus tanpa merasakan kerepotan untuk bermain piano dan menyelaraskan para pebalet.

"Oke, oke, mari sudahi dulu disini," ujar Monsieur Albert yang segera menghentikan latihan kami hari ini ketika kami ingin mengulang kembali scene dari awal. "Sudah malam dan ini sudah lewat jam pulang. Memang biasanya kita lembur, tapi lembur setiap hari itu nggak baik."

Monsieur Albert memberi sepatah dua patah kata untuk menyemangati kami dan mengevaluasi latihan hari ini. Setelah Ziel bergabung untuk berlatih bersama kami, para pebalet mulai lebih semangat dari biasanya, mereka berlatih lebih keras dari biasanya, dan evaluasi latihan selalu semakin bagus setiap harinya. Sepertinya keberadaan Ziel memang membawa banyak perubahan, walaupun kadang tegurannya memang agak menyayat hati sih.

"Oke, sekarang kalian boleh langsung bersih-bersih diri dan pulang. Jangan lupa untuk segera beristirahat yah."

"Baik, Monsieur."

Kami semua kembali ke ruang ganti dan segera masuk ke ruang mandi untuk membersihkan diri. Ada juga beberapa pebalet yang langsung pulang dan mandi di rumah, sehingga antrean ruang mandi agak berkurang.

Selesai membersihkan diri, aku membereskan barang-barangku dan keluar dari ruang ganti. Melihat jam sekarang, harusnya bis masih beroperasi.

Saat aku sampai di lobby, aku malah melihat Monsieur Albert dan Ziel, tapi sepertinya mereka sedang berdebat sesuatu karena wajah Ziel seperti merenggut tak suka.

"No, kalo L'oncle mau pacaran, sana jalan sendiri."

"Loh, tapi Madame Mathilda kan gemes sama kamu."

"Makanya karena itu, aku nggak mau nganterin. Jalan sendiri."

"Zizi, ayo dong. Mobil L'oncle kan lagi di bengkel."

"No."

"Emang kenapa sih?"

"Aku mau anter orang."

"Siapa?"

Aku tidak tertarik untuk terlibat dengan pertengkaran Ziel dan Monsieur Albert, jadi aku hanya menghampiri keduanya menyapa lalu pergi.

"Hei, anter siapa?"

"..."

"Zi—"

"Memoria."

"Ya?" ujarku menengok ada Ziel.

"Aku mau anter dia."

"Hah? Ng—" ucapanku segera terhenti ketika Ziel menatapku dengan raut memohon. "....Hm .... iya."

MONOCHROMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang