vingt neuf

1.1K 148 15
                                    

Rue

Gua memandang Sergan dengan sinis. Gua nggak ngerti lagi gimana bisa-bisanya Sergan menyembunyikan handphone, laptop, atau apapun yang bisa gua pakai untuk buka akses pemesanan tiket penerbangan, bahkan dompet gua pun disembunyiin sama dia!

"Sumpah gua nggak habis pikir sama lu," desis gua.

"Sama," ujar Sergan, "gua juga nggak habis pikir sama diri gua sendiri."

Gua memandang Sergan penuh kedengkian, tapi cowok itu langsung saja memukul kepala gua tanpa apa-apa, membuat gua mengaduh.

"Apa?!"

"Nggak usah mandangin gua dengki kaya gitu, gua jauh lebih dengki ngeliat lu tau," katanya acuh. "Nikmatin aja acaranya."

"Nikmatin gimananya sih?! Ini kursi paling depan! Kalo Ria liat—"

"Monsieur Edward, Monsieur Mazilonus."

Gua menengok dan mendapati Madame Odille serta beberapa orang yang entah siapa mendekat kearah gua dan Sergan. Gua dan Sergan langsung berdiri dan menjabat tangan Madame Odille serta beberapa orang yang kelihatan penting itu.

"Saya nggak nyangka loh kalo Monsieur bakalan batalin kepulangan Monsieur cuma karena nggak enak sama saya," kekeh Madame Odille sambil duduk di samping gua.

Jujur, gua nggak paham maksudnya apaan. Lagian gua juga dapet tiket dari Sergan yang selama ini menyita semua—

Tunggu!

"Biasa, Madame. Rue memang anaknya agak labil dan nggak enakan hehe," balas Sergan.

BAJINGAN INIIIIII!!!

"Ya ampun, Monsieur Edward nggak perlu nggak seenak itu sama saya loh, sampe minta Monsieur Mazilonus nelpon saya buat mengiyakan ajakan saya dan sisakan kursi."

Gua cuma haha-hehe aja padahal tangan gua udah gatal mau nampar Sergan sekarang juga. Lagian kalo dipikir-pikir, Sergan mana hobi nonton ginian, apalagi sampe beli tiket untuk kursi paling depan. Kayanya gua berhasil dibodohi Sergan setelah selama ini gua sering membodohi dia.

"Ngomong-ngomong, Madame," bisik gua mendekatkan diri pada Madame Odille, "mereka investor penting itu?"

"Iya, mereka investor penting yang ingin saya tarik kesini. Setelah poster dan trailer yang menjanjikan, sekarang pertunjukkan ini jadi penentu. Saya makasih banget loh ke Monsieur dan Monsieur Mazilonus."

"Semoga sukses, Madame," balas gua sambil senyum.

Lampu hall tiba-tiba dimatikan dan tirai panggung dibuka, diikuti dengan alunan melodi yang mendayu-dayu. Mata gua tak lepas dari panggung ketika satu persatu pebalet muncul hingga sang tokoh utama muncul.

Ria meliuk-liukkan tubuhnya sesuai alunan melodi, entah kenapa hati gua mendesir ketika cerita Giselle ini udah sampai di bagian dimana Giselle meninggal karena dibohongi pria yang dicintainya, Albrecht, entah kenapa scene ini mengingatkan gua akan gua yang membohongi diri sendiri dan melukai Ria. Mungkin keadaan Ria nggak jauh berbeda dari peran Giselle-nya yang sekarang.

"Nggak usah nangis, air mata lu buaya," cibir Sergan.

"Mana ada bangsat," balas gua.

Kemudian pementasan terus berlanjut hingga ke penghujung kisah dimana Giselle menyelamatkan Albrecht dari para Willis yang memintanya menari sampai mati.

Gua mengepalkan tangan gua ketika melihat bagaimana Ria menari dan hal itu sangat menyentuh gua. Ekspresi dan gerakannya yang menunjukkan bagaimana dirinya berjuang sekuat tenaga untuk menyelamatkan pria yang dicintainya dari para Willis dan melupakan fakta bahwa pria yang dicintainya ini jugalah yang membuatnya menjadi bagian dari para Willis.

MONOCHROMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang