13. Perayaan Tahun Baru (2) (Ken Arok dan Ken Dedes)

6.2K 836 84
                                    

Aku sudah tidak keluar kamar beberapa hari. Terhitung dari semenjak aku bersesi tegang dengan Hayam Wuruk, mungkin hari ini adalah hari ke-4 aku tidak keluar kamar.

Dia menyuruhku untuk tidak mengikutinya kan? Aku hanya melakukan perintahnya. Bukan salahku untuk berdiam diri di kamar. Aku hanya melakukan perintahnya dengan sangat baik. Bahkan aku melakukannya hingga ia tak akan melihat wajahku sama sekali.


Hari ini juga akan menjadi malam puncak pergantian tahun. Meskipun aku hanya di dalam kamar, aku bisa mendengar betapa berisiknya keadaan di luar karena sangat sibuk.

Aku kadang ingin membantu. Namun, para dayang-dayang bersikukuh untuk tetap menyuruhku berada di dalam kamar. Mereka mengatakan jika aku mendapat pekerjaan maka sama saja dengan menurunkan derajat calon permaisuri.

Padahal sama-sama manusia. Sama-sama makan nasi.


Dan sore ini, aku hanya bisa kembali menghembuskan napas sambil menatap matahari yang mulai turun melalui jendela kamar.

Jendela kamar tempat Hayam Wuruk kabur saat pagi hari. Semenjak saat itu aku memutuskan untuk tidak pernah mengkhawatirkannya lagi. Karena aku yakin dia lebih bisa diandalkan. Jadi mengkhawatirkannya sama dengan sia-sia.


"Duk duk duk"

"Masuk."

"RATUUUUUU!"

Nertaja langsung menghambur ke pelukanku. Setelah makan siang waktu itu, kami sama sekali tidak pernah berjumpa lagi. Selain karena aku tidak pernah keluar kamar, Nertaja juga sangat sibuk.

Aku merasa senang karena akhirnya ada teman.


"Ayo keluar!"

"Eh? Maksudnya?"

"Ayo keluar istana. Malam ini kan puncaknya pergantian tahun. Hari ini hanya akan menjadi sehari dalam setahun. Kamu yakin kamu tidak mau keluar?"

Aku lalu menimbang-nimbang ajakan Nertaja. Jika aku keluar, aku akan bertemu dengan Hayam Wuruk. Jika aku tetap di sini, aku akan mati kebosanan.


"Baiklah, ayo!"

Aku menggunakan pakaian yang lebih sopan sedikit. Nertaja mengalungkanku sesuatu.


"Apa ini?"

"Pengenal bahwa kamu adalah anggota kerajaan."

Aku sebenarnya terkadang tidak merasa pantas dengan pemberian Nertaja serta Hayam Wuruk. Aku kan, belum resmi jadi anggota kerajaan.


"Aku belum resmi Nertaja. Aku tidak akan menggunakannya hingga aku menjadi anggota keluarga kerajaan secara resmi."

Aku lalu menanggalkan kalung itu dan memberikannya kepada Nertaja. Nertaja hanya tersenyum lembut dan meletakkannya di meja rias.


"Aku berharap suatu hari akan melihatmu menggunakan kalung itu."

Aku tersenyum tipis menanggapi perkataan Nertaja.


"Nah, sudah selesai. Ayo berangkat."

Aku dan Nertaja melangkahkan kaki untuk keluar bersama. Namun, ketika tiba di gerbang kerajaan, Nertaja menyuruhku berhenti.

The Past [MAJAPAHIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang