20. Memulai kembali

4.3K 658 97
                                    

Hari ini, rombongan kembali berjalan. Beberapa ada yang di jemput karena sudah tidak kuat. Ingin juga begitu, tapi aku merasa tidak nyaman dengan Hayam Wuruk.


Semenjak pembicaraanku dengan Ratna kemarin, kami jadi berteman. Saat ini aku berjalan di sampingnya. Sebenarnya, jika peristirahatannya di desa-desa biasa, kami tidak perlu saling menunggu satu sama lain ketika berangkat.

Namun, jika peristirahatannya sebuah daerah yang besar seperti Keling, maka kami harus beristirahat bersama dan memulai kembali bersama-sama.


"Ratu, jika lelah katakan saja ya? Nanti kita akan istirahat di desa yang kita lewati."

Aku mengangguk setuju dan kami melakukan perjalanan. Kami membicarakan banyak hal. Tapi, yang pasti adalah satu. Ia terus menerus membicarakan Hayam Wuruk.


"Bukankah dia adalah Raja yang paling tampan di silsilah Majapahit?"

"Aku tidak tau--tapi aku sangat berharap memenangkan sayembara ini."

Ucapnya beberapa kali kepadaku. Aku merasa seperti "Err" tapi aku tetap diam. Dia satu-satunya temanku yang bukan berasal dari kerajaan. Aku harus menjaganya sebaik mungkin.

Jalan kami pelan. Tidak seperti yang lain sangat bersemangat. Namun mereka mudah lelah. Tidak seperti aku dan Ratna yang jalannya pelan namun tidak berhenti-henti.

Ah, perjalanan jauh ini membuatku teringat kepada Cyline. Mini cooper ku yang terpakir dengan manis di dekat kawasan Candi Bajang Ratu. Semoga ia tidak lumutan selama kutinggal kesini.


"Ratu, apakah kamu mencintai Maha Raja?"

Tanya Ratna secara random.

Nah, aku harus jawab apa?

Ini seperti ibarat kamu dihadapkan dengan fans berat seorang Jung Jaehyun. Padahal kamu sudah terang-terangan sebelumnya mempunyai hubungan dengan Jung Jaehyun itu sendiri.


"Ehm, memangnya ada perempuan yang tidak tertarik kepadanya?"

Lalu Ratna terdiam. Mungkin ia meng-iya kan pertanyaan ku barusan.

"Tetapi, tertarik dan jatuh cinta itu adalah sesuatu yang berbeda. Apakah kamu mencintai Maha Raja?"


Hatiku menjerit.

Aku bukan seseorang yang mudah mengakui perasaanku sendiri.

Kurasa itu akan menjadi boomerang yang menyebalkan dan membuatku terlihat lemah.


"Bagaimana jika tidak dan bagaimana jika iya?"

"Jika iya, aku tidak tau harus berkata apalagi. Jika tidak, bisakah kamu mundur, untukku?"

Aku terkejut bukan main mendengar perkataan kembang desa satu itu.

Aku? Disuruh untuk mundur? Bagaimana bisa ia mengatakan hal itu di saat aku dan Hayam Wuruk sudah berjanji untuk saling berjuang dengan cara masing-masing?

The Past [MAJAPAHIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang