24. The truth untold

4.1K 658 14
                                    

Sudah tiga hari aku merawat Ananda, dan dalam hari-hari itu aku menjadi lebih dekat juga dengannya.

Biasanya, di masa depan, penyakit cacar air akan sembuh dalam waktu seminggu hingga dua minggu. Anehnya, Ananda sembuh dalam waktu tiga hari.

Kurasa ini dikarenakan salep ini diciptakan untuk manusia di masa depan yang virus Varicella zoster nya sudah berevolusi berkali-kali. Virusnya semakin kuat, maka obatnya juga harus semakin kuat.

Dan mungkin, karena ini 600 tahun yang lalu, virusnya saat ini sangat lemah jika dibandingkan dengan salep yang kuberikan kepada Ananda.


"Syukurlah, kulo rasa karena tubuh Ananda juga kuat, penyakit yang ia derita juga cepat perginya."

"Ya ampun, anakku."

Lalu Ananda berlarian ke pelukan orang tuanya. Aku hanya tersenyum kecil melihat pemandangan itu.


"Kalau begitu kulo izin pamit. Kulo akan meneruskan perjalanan ke Matahun."

Ucapku kepada para tetua dan penduduk desa.

"Tunggu sebentar mbakyu, aku ada buah tangan."

Lalu ayah dari Ananda kembali masuk ke dalam rumahnya dan membawakanku satu bingkisan besar, aku melongo melihatnya.


"Ini makanan kecil untuk di perjalanan, di makan ya. Ini juga sebagai bentuk ucapan terimakasih dari kami karena mau membantu menyembuhkan anak tunggal kami."

Aku masih melongo menatap tidak percaya akan makanan yang ku dapatkan.

Bagaimana caranya aku membawa makanan sebanyak itu?


"Sepertinya ini terlalu banyak, kulo rasa itu akan membuat bawaan menjadi semakin berat."

Lalu orang tua Ananda saling tatap-tatapan dengan wajah yang bersedih namun mengiyakan kalimatku.

"Bagaimana jika kulo membawa sedikit dari yang kalian berikan?"

"Oh! Tentu saja boleh."

Lalu mereka memindahkan sedikit--err, lumayan banyak makanan ke dalam tasku. Syukurnya mereka tidak sempat melihat pouch make upku.


"Terima kasih atas persediaan makanannya. Kalau begitu, kulo pamit nggih."

"Nggih, makasih yah nduk. Semoga kamu yang menang."

Aku lalu melambaikan tangan ke arah orang-orang desa. Aku sangat optimis, untuk kalah.

Aku benar-benar tidak punya harapan untuk menang. Aku sudah tertinggal sangat jauh.

Tapi tidak apa, setidaknya aku masih melangkah. Tidak berhenti di tempat.

Aku masih berjuang.


***


Aku menghentikan langkahku di Kadiri. Aku teringat cerita Joko ketika pertama kali sampai di persinggahannya.

Apakah orang itu masih hidup?

Aku langsung menggelengkan kepalaku. Saat ini bukanlah saat yang tepat untuk mengkhawatirkan seseorang. Karena diriku sendiri sudah sangat mengkhawatirkan saat ini.

The Past [MAJAPAHIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang