32. Perjalanan kali ini

4.1K 650 50
                                    

Aku juga berangkat di hari yang sama dengan kepergian Laksmi. Aku ingin sayembara ini cepat selesai. Berbeda dengan Hayam Wuruk yang akan melanjutkan perjalanannya lusa.

Dia berangkat seminggu kemudian pun, akan tiba lebih cepat daripadaku.

Selesai berpamitan dengan Hayam Wuruk dan tetua di sana, aku melanjutkan perjalanan ini, sendirian.


Biasanya tidak sesepi ini karena ada Laksmi.

Aku jadi mengingat definisi kesepian yang pernah kubuat saat kabar Jonghyun meninggal.

Kesepian itu, adalah saat dimana kamu memiliki rasa sakit, penyesalan, pencapaian, hal berharga, semua yang ingin kamu bagi dengan seseorang. Namun kamu sadar, kamu tidak memiliki siapa-siapa untuk dibagi hal seperti itu.

"Semoga Laksmi cepat sembuh."


***


Setibanya di Wengker, tugasku tidak terlalu berat. Hanya belajar membatik saja.

Tidak, ini sangat berat sekali.


Aku bisa melihat beberapa alat dan bahan yang belum kusentuh sama sekali. Karena aku tidak tau cara menggunakannya bagaimana.

Oleh karena itu diajarkan di sini.


Aku mulai mengambil sesuatu yang bernama canting. Dan memanaskan lilinnya di wajan kecil.

Dengan ragu-ragu, aku mengaplikasikannya pada kain yang sudah tergantung di tempat yang bernama gawangan.


Sebagai mantan anak seni, imajinasiku berontak dengan hatiku.

Niat hati ingin pelan-pelan karena ini pertama kali, tapi imajinasiku mendobrak pintu hatiku dan membuatku membatik tanpa mengikuti aturan.

Sudahlah, aku pasrah. Kali ini aku menyerah dengan imajinasiku dan membiarkan tanganku melakukan yang diinginkan hatiku.

Yang kubuat malah seperti batik di masa depan, batik modern.

Astaga imajinasiku, kurangi lah kekuatanmu. Bisa-bisa ketahuan aku.


"Ratu, kenapa batikmu sedikit berbeda?"

Terciduklah aku.

"Ini, kulo hanya melakukan yang diinginkan pikiran saja. Mungkin karena belum terbiasa."

Aku menggantungkan kalimatku dan menelan salivaku kasar ketika aku sadar jadi pusat perhatian.


"Tidak apa, itu berbeda namun bagus. Lanjutkanlah."

Aku menghela napas lega ketika mendengar bahwa hasilku bagus. Setidaknya tidak jelek saja aku sudah bersyukur karena ini yang pertama kalinya. Terutama, aku tidak dicurigai karena motif yang ada. Itu sudah sangat lebih dari cukup.


Biasanya aku menggambar dengan media kuas di kanvas lukis. Nah, saat disini, canting terasa seperti kuas dan gawangan seperti kanvas. Jadi rasanya tidak terlalu beda jauh.

Aku pernah menjadi anak seni hingga aku tidak diperbolehkan masuk ke sekolah kesenian. Dan aku sudah lama tidak berjumpa dengan kuas-kuasku.

Aku merindukan mereka.

The Past [MAJAPAHIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang