Jarum jam sudah hampir menyentuh angka sepuluh.Hening..
Gelap..
dan dingin.Hanya bunyi jangkrik dan lolongan anjing hutan diluar yang mendominasi keheningan di salah satu kamar asrama yang sebagian penghuninya telah menjelajahi alam mimpi.
Kedua insan ini belum memperlihatkan tanda-tanda mengantuk sedari tadi.
Binatang malam yang berbunyi sesekali menjadi peringatan tidur yang tidak berarti untuk mereka."Mai."
Panggil Zakiyah tenang sembari berbaring menatap langit-langit kamar asramanya yang dipenuhi tempelan berbentuk bintang yang akan menyala dalam gelapnya kamar asrama saat ini.
Dengkuran halus disamping kanannya membuatnya sedikit bergeser ke kiri,takut mengganggu."Hm?"
Maiwa bergumam menatap wajah sepupunya dari samping yang sedikit terkena berkas cahaya lampu dari luar koridor asrama ataukah
memang bercahaya akibat hafalan Qurannya?"Bagaimana dengan Zain?"
"Bagaimana apanya?" Tidak bisa dipungkiri ada sebagian dari dalam diri Maiwa yang kosong ketika mendengar nama itu.
"Kamu masih berkomunikasi?"
Kali ini Zakiyah menoleh kesamping kirinya menatap ekspresi sepupunya yang terdiam dan tampak kosong.Hingga beberapa menit berlalu Zakiyah memutuskan menatap langit-langit lagi dan mengganti topik malam ini.
"Kamu tahu kan? Disini air sulit,Mai?"
Hening.
"Mai?" Panggil Zakiyah memastikan.
"Hm..Aku dengar." Jawab Maiwa memelankan suaranya agar tidak mengganggu.
"Air terkadang ada kadang tidak."
Zakiyah menghela napas berat seolah ada beban tak kasat mata menumpuk di dadanya."Aku selalu menimba tiap hari.Bahkan,semenjak kamu disini
kamu juga ikut membantuku menimba air di sumur asrama untuk mengisi penampungan airku yang entah mengapa...Kamu merasa tidak kalau untuk dipakai sehari saja air itu selalu kurang,Mai?"Maiwa menoleh menatap fokus sepupunya yang tetap bercerita.
Dia belum bisa menebak inti cerita kali ini."Padahal kita sama-sama tahu kan penampungan itu tidak kecil,Mai."
Zakiyah mengambil jeda untuk menghela napas berat seolah sulit sekali mengutarakan yang dirasakannya."Aku tahu.Air di penampunganku terkadang di ambil tanpa harus izin karena mereka tahu aku selalu mengizinkan dan sulit untuk melarang meskipun aku juga membutuhkan air itu," Zakiyah mengatupkan bibirnya, "Aku selalu memakai air itu duluan sebelum kamu dan ada sedikit rasa sakit ketika membuka penutup penampungan itu dan mengetahui airnya bahkan tak cukup setengah.Aku tidak mau suudzon,Mai.Tetapi—"
"Mata kamu membenarkan?" Sambung Maiwa telak.
Zakiyah menghela napas berat untuk kesekian kalinya.
"Apa aku terlalu baik,Mai?"
Maiwa tersenyum miris dan mengalihkan tatapannya ke langit-langit.
"Lantas apakah menjadi 'baik' dan 'lebih baik' itu buruk?"
Maiwa berbalik bertanya menatap wajah sepupunya yang mulai terdiam muram dan melengkungkan bibirnya ke bawah pertanda hatinya sedang dipenuhi awan mendung.
"Tidak,kan?"
"Besok kita periksa,ya.Mungkin penampungan kamu bocor." Saran Maiwa menenangkan karena merasa tidak ada tanda-tanda sepupunya akan mengeluarkan suara dan menjawab pertanyaan retorisnya.
"Ya." Ucap Zakiyah final.
"Zakiyah?"
"Ya,Mai?"
"Besok-besok...apapun yang terjadi,
Jangan berhenti menjadi baik,ya?"
Maiwa berkaca-kaca entah mengapa sulit sekali mengamalkan dan mengatakan kalimat itu pada seseorang.Sebab ia juga sadar sebaris kalimat itu tidak cukup menghadapi dunia yang semakin hari bertambah kejam.
"Ya,Mai."
"Jangan berhenti menjadi baik."Ucap Zakiyah mengulangi kalimat itu seakan menanamkan baik-baik di dalam pikiran dan hatinya meskipun dia tahu itu lebih sulit dari menimba air berulang-ulang tiap hari ke dalam penampungannya yang pada akhirnya dipakai orang lain.
Hening.
Suara jangkrik semakin bersahut-sahutan ditengah malam yang makin gelap dan dingin."Maiwa."
"Apapun yang terjadi dengannya..."Zakiyah memberi jeda cukup lama sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Jangan berhenti mencintai penciptanya,ya?"
Hening
Hanya dengkuran dari teman asramanya yang semakin terdengar jelas.Tidak ada jawaban apapun dari Maiwa.Keheningan itu cukup lama hingga Zakiyah menoleh dan mendapati mata sepupunya itu tertutup rapat,melihat itu ia juga langsung terserang kantuk."Nanti tahajud ya,Mai." Ucapnya berbisik seraya tersenyum samar sebelum selangkah ke alam mimpi.
Ia sadar tidak ada dengkuran halus yang biasa ia dengar ketika Maiwa tidur.Ya.Maiwa mendengar semuanya.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Humaira!
SpiritualDia yang terbakar lebih dulu sebelum api menyentuh kulitnya. Dia yang tenggelam lebih dulu sebelum Air melakukan perannya. Dia yang rumit serta menakjubkan. Dia yang tidak mampu berdamai dengan segala keputusan-Nya. Humaira yang bodoh sekaligus pere...