Waktu berlalu dengan cepat tanpa terasa.Malam ini mulai memasuki 10 malam terakhir Ramadan.
Malam ini ialah malam ke-21 Ramadan.Ya,urutan pertama malam-malam ganjil yang di antaranya ada satu malam yang lebih mulia dari seribu bulan.
Malam ditentukannya takdir manusia satu tahun ke depan.
Malam yang penuh sesak sebab para malaikat turun ke Bumi mencari hamba-hamba yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya.
Tumbuhan,hewan bahkan angin bertasbih di malam itu.
Malam yang sangat tenang dan berbeda dari malam-malam sebelumnya.
Malam yang apabila kita melakukan kebaikan di hari itu setara dengan melakukannya selama 83 tahun.
Kabut akan tampak jelas pada subuh hari,sedangkan sinar matahari tidak akan seterik biasanya.
Pada hari itu seluruh alam semesta benar-benar bertasbih lebih khusyuk dari biasanya.
Itulah Lailatul Qadr.
Malam Keputusan.Malam diturunkannya wahyu untuk pertama kalinya oleh Jibril alaihissalam kepada Baginda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Suara Si penceramah mulai terdengar sendu di tiap-tiap kalimatnya ketika menjelaskan tentang Lailatul Qadr.
Itu adalah materi ceramah favoritku setiap tahunnya ketika memasuki malam-malam terakhir Ramadan.
Aku dua kali lebih tertarik mendengarnya berulang-ulang meskipun itu sudah tersimpan permanen di memoriku.
Malam Qadr itu penuh rahasia dan aku menyukainya.
Tiada seorangpun yang tahu kapan terjadinya,entah malam ke-21,23,25 ataukah malam ganjil lainnya.
Aku selalu bertanya-tanya,
Mengapa begitu rahasia?'Agar orang beribadah dengan sebaik-baiknya di sepuluh malam terakhir bukan hanya satu malam dari sepuluh malam terakhir.'
Begitu kata Zain.Ya.Itu jawaban paling masuk akal menurutku,memang tidak semuanya harus dinalar menggunakan logika dalam hal agama.
Tetapi sulit.
Rasa penasaran itu seakan menggerogoti akal sehatku sehingga memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya tidak dipertanyakan.Bukan hanya sekali dua kali Mama kelabakan menjawab berbagai pertanyaanku yang tidak masuk akal dan berujung kemarahan Mama.
Kemudian muncullah Zain bak 'Google Syar'i' yang dengan senang hati bercampur kesal meladeni pertanyaan absurdku.Hehehe.
Beberapa waktu lalu Ia membahas tentang kehidupan dan sukses membuatku memikirkannya berhari-hari.
Apa maksudnya?
Apa maksudnya hidup atau sekedar bernapas?
Bagaimana kalau selama ini Aku hanya.....sekedar bernapas?Aku tidak berkecamuk sendiri.
Tentu aku menanyakannya meskipun yang kudapati ialah kekehan meledeknya dan bodohnya selalu membuatku menahan napas ketika mendengarnya."Sesekali kamu harus belajar tentang kehidupan,Humaira," katanya.
"Selalu." Jawabku mantap.
Dia terkekeh pelan dan lirih seolah mengetahui aku akan kehilangan fokus mendengar kekehannya yang membuat jantungku mengalami malfungsi.
"Kehidupan bukan hanya tentang cita-cita dan cinta seperti yang sering ibumu katakan,Humaira."
Aku terdiam mencoba menebak-nebak maksudnya,tapi nihil.
"Seperti pertanyaan saya tempo hari,hidup ataukah sekedar bernapas?Mungkin tidak cukup untukmu hanya sebatas menalar.Sepertinya,kamu harus merasakannya lebih dulu agar mengerti," jelasnya, "Saya harap kamu merasa hidup,Humaira."
Ada kesedihan yang sepintas muncul dalam warna suaranya hari itu.
Dia berharap Aku merasa hidup sedangkan, 'merasa hidup' itu sendiri masih berusaha aku pahami.
Ya.Aku memang kawan diskusi yang buruk tetapi ia tidak memerdulikan itu dan tetap berdiskusi denganku.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Humaira!
SpiritualDia yang terbakar lebih dulu sebelum api menyentuh kulitnya. Dia yang tenggelam lebih dulu sebelum Air melakukan perannya. Dia yang rumit serta menakjubkan. Dia yang tidak mampu berdamai dengan segala keputusan-Nya. Humaira yang bodoh sekaligus pere...