Kedai kopi sedang sepi,hal itu dimanfaatkan Maiwa untuk fokus membolak-balik lembaran jurnal penelitiannya sedangkan Barra asyik bereksperimen dengan biji-biji kopinya."Mai,Apa Hillary menyusahkanmu di laboratorium?"
Merasa tidak ada jawaban,Barra menoleh ke arah Maiwa yang fokus membaca hingga alisnya bertautan.
Barra menaruh dua cangkir kopi di meja,mau tak mau Maiwa tergoda dengan aromanya.
"Thats my new experiment,try it and tell me."
"Apa ini?"
"I named it 'Filankopi'.Caramel with Matcha Coffee."
"Bar,kau tahu Aku gak suka caram—"
"Just try it,please...." Barra memasang puppy eyesnya.Kalau begini rasanya Maiwa ingin mengacak-ngacak wajah tampan itu.
Maiwa menyesap kopi itu perlahan.
Ekspresi datarnya tergantikan dengan ekspresi kagum."Kau berbakat menjadi Barista dibanding psikolog,Bar."
"Selain menyukai kopi,Aku juga menyukai manusia."
"Jadi,Kau tidak suka binatang?"
"No.Aku suka binatang.Aku memiliki peliharaan di rumah semacam beberapa ular berjenis phyton."
"Itu tidak terdengar seperti peliharaan." Maiwa menyesap 'Filankopi' itu lagi.
"Mm...My mom say that too." Barra menatap sekilas jurnal yang di tangan Maiwa.
"Apa Hillary menyusahkanmu di Laboratorium?"
"No.She is a nice girl."
"Anak itu ingin sekali bersahabat denganmu,ia terus memintaku membujukmu agar menjadikannya asisten laboratorium."
"Why me?"
"Dia sangat tertarik dengan penelitianmu itu."
"Hmm..Aku juga sangat tertarik." Maiwa membenarkan kacamata bacanya lalu kembali tenggelam dalam bacaan jurnalnya.
"Mai?"
"Hmm?"
"Sudah berapa botol Barbital yang kau habiskan?"
•••
Srek....srek
Suara ranting yang diinjaknya membuatnya semakin mempercepat langkah kakinya.Ia tidak dikejar juga tidak sedang mengejar.
Nalurinya berkata untuk terus berlari hingga menemukan ujung dari pelarian itu.Keringat membasahi pakaian yang ia kenakan.
Semua terlihat sama,pohon-pohon menjulang tinggi seakan mengepungnya dari segala sisi berpadu dengan langit gelap dan suasana hutan yang hening menambah perasaan aneh yang berkecamuk di dadanya.Ia menghentikan larinya.
Inilah ujungnya.Sebuah jurang yang di bawahnya membentang laut yang luas terpampang jelas di hadapannya.
Ia menutup matanya seketika dan berbalik tidak ingin melihat pemandangan yang terbilang 'indah' di belakangnya.
"Indah,bukan?"
Suara seseorang yang sangat dikenalnya memaksanya membuka matanya lalu menoleh ke sekitar dan mendapati dirinya sedang meringkuk di sudut ruangan yang dipenuhi berbagai macam gelas-gelas kimia.
Ini Laboratorium!
Lalu suara itu.....
Ia menoleh mencari seseorang tapi nihil.
Ia sendiri di sini.Jantungnya hampir berpindah tempat ketika ia mengecek jam yang tergantung di dinding.
Pukul setengah 4 Pagi!
"Morning?"
Maiwa menoleh ke sumber suara,sepasang netra kelabu menatap nya dengan pandangan bertanya.
Mirip sekali dengan Bosnya di Kedai kopi.
"Morning,Hill." Maiwa membalas lemah.
Hillary mendekati dan berjongkok di depan Maiwa seraya meletakkan segelas minuman yang berlogo khas kedai Barra.
"A cup of jasmine tea.Hope you like it!"
Maiwa tersenyum menatap wajah cantik itu,"I love it.Thanks."
Hillary menunjukkan raut khawatir melihat keringat mengucur di kening Maiwa,"Are you okay? Aku memanggilmu daritadi,
But you just quiet here with those empty eyes.So I decided to buy you a drink in Barra's Cafe.""I'm okay.Apa Barra mengetahuinya?"
"No.Dia tidak sempat bertanya.I worry about you."
Maiwa menghela napas lega,"I'm just.....daydreaming?"
Hillary hanya terdiam menatap mata Maiwa mencari kesungguhan disana,"Hmm...Okay.You need a rest.I will take you to your apartement."
Keputusan Hillary sudah Final meski beribu penolakan terlontar dari mulut Maiwa.
Mobil Hillary melesat kencang membelah jalanan Kota New York.Hillary menatap Maiwa di sebelahnya sebentar kemudian menelpon seseorang menggunakan Bahasa Perancis yang tidak Maiwa mengerti.
Maiwa benar-benar pasrah.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Humaira!
SpiritualDia yang terbakar lebih dulu sebelum api menyentuh kulitnya. Dia yang tenggelam lebih dulu sebelum Air melakukan perannya. Dia yang rumit serta menakjubkan. Dia yang tidak mampu berdamai dengan segala keputusan-Nya. Humaira yang bodoh sekaligus pere...