Guilty

16 2 2
                                    

(zainhayyan mengirim foto)

Notifikasi yang terpampang nyata di pop up ponselnya membuat kepala Maiwa terasa disiram satu truk es batu.Tubuhnya terasa kaku tak bergerak memandangi layar ponsel sejak sepuluh menit yang lalu.
Jantungnya seakan pindah ke perut.
Dokter pun tidak tahu apa yang terjadi dengannya.

Oh.My.God.
Setelah 1 tahun,lalu apa?

Otaknya sibuk menebak-nebak foto apa gerangan yang dikirim oleh Zain tanpa berniat membuka pesan itu hingga dentingan notifikasi selanjutnya hampir saja membuat matanya meloncat keluar.

•••

Pemuda berkemeja abu-abu yang dibalut jaket hitam serta celana jeans itu menarik kopernya pelan menyusuri luasnya bandara,entah apa yang dicari,berkeliling mungkin opsi menyenangkan sambil menunggu balasan pesan yang tak kunjung datang.

Ting!

Ummi
Kami sudah di depan bandara.
Zain udah tiba belum?

Iya,Zain kesana sekarang.

Ia mendesah pelan lalu bergegas menarik kopernya keluar bandara setelah mengecek pesannya yang tak kunjung dibalas.

"Sesibuk itukah?"

•••

Ini sudah kesekian kalinya Aku mengabaikan panggilan Zain,rasa bersalah membuncah dari dalam dadaku.Beberapa waktu lalu Aku bahkan menganggapnya seperti hama wereng yang biasa menyerang tanaman padi.

Ting!

Stonehead : Saya hanya mau berbicara sebentar lalu kamu bisa kembali sibuk dengan duniamu.Hanya sebentar.I promise,Mai..

Dia memang sekeras kepala itu hingga Aku menamai kontaknya Stonehead.

Deringan berikutnya langsung kuangkat tanpa pikir panjang.

"Assalamu'alaikum."
1 detik...
2 detik...
3 detik...
4 detik...
5 detik...
6 det—

"Wa'alaikumussalam,Hai Apa kabar,Mai?"

Tidak ada nada menggerutu,mengeluh atau kemarahan di dalam suaranya.Dia menyapaku lembut seperti biasa.Seolah Aku tidak melakukan kesalahan apapun.

"Alhamdulillah,kamu?"

"Alhamdulillah juga,saya baru tiba jam 5 sore tadi,pesawatnya delay harusnya tiba satu jam sebelumnya.Maaf baru mengabarimu."

"It's ok.Take a rest,Zain."

"Maiwa.."

Terasa aneh ketika Zain memanggilku begitu.

"Hm?"

"Tentang Khayana....Kami sudah berakhir."

Sesaat kata-katanya terasa sulit sekali untuk kucerna.

"Kenapa?"

"Sudah jalannya,mungkin?"

"Maksudku,kenapa membahas ini?"

"Saya pikir kamu ehm..cemburu?"

Iya.Sangat.

"Cemburu kenapa?"
Gengsi selalu di atas segalanya,kan?
Meski ia tahu tentang kecemburuanku,lalu apa?

Aku memang bukan orang yang pandai dalam membangun suatu hubungan,tidak bisa terikat dengan yang sesuatu yang tidak jelas dan membenci komitmen sebelum halal,entah bagaimana model suamiku nanti.
Masih terlalu malas untuk kupikirkan,mimpiku terlalu banyak untuk dieksekusi.

Humaira!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang