6. Jalan Pintas

32 8 0
                                    

Mereka kembali ke Kota Tua. Beatricia memperhatikan Ethan yang berjalan dengan tangan di saku jins nya dan sosok pemuda hantu yang tiba – tiba berbicara panjang lebar kepada mereka setelah sebelumnya dalam diam memperhatikan mereka.

Beatricia belum sempat mempertanyakan hal itu kepada lelaki hantu itu. Sejak tadi dia tidak diberi kesempatan untuk berbicara. Ethan dan pemuda hantu itu terus berdebat mengenai jalan pintas yang laki – laki hantu itu tawarkan. Beatricia memaklumi keraguan Ethan, mereka tidak bisa percaya begitu saja ke pada sosok hantu misterius tersebut.

Tapi pada akhrinya mereka memutuskan untuk mengikuti saran si laki – laki hantu, setelah berunding dengan Beatricia. Ethan masih dalam mode tidak sukanya, Beatricia bertanya – tanya apa yang membuat Ethan sebegitu kesalnya? Kalah berdebat?

"em, ka—"

"Joan." Perkataan Beatricia terpotong, lelaki hantu itu berbicara tanpa menoleh kearahnya.

Sebelum Beatricia sempat untuk kembali bersuara Ethan kembali memotongnya. "hei, tidak sopan memotong perkataan orang!"

"oh, maaf. Masalahnya aku bukan orang." hantu itu seolah tidak peduli, namun kali ini dia menolehkan kepalanya kearah Beatricia yang berjalan dibelakangnya. "nama ku Joan. Aku tidak ingin dipanggil hantu, roh, setan, atau semacamnya."

"tapi kau memang hantu." Kata Ethan kesal.

Merasa tersindir lelaki itu kembali berkata dengan ketus. "kau mau ku panggil manusia."

"kau dulu juga manusia." Ethan menjawab, menantang. Beatricia mulai memperhatikan keduanya yang berhenti berjalan dan saling melempar tatapan sengit.

"tapi sekarang bukan!"

"kau—"

Beatricia mulai cemas, apa lagi saat beberapa orang mulai memperhatikan mereka. Mereka sedang berada di jalanan utama yang cukup ramai, dan sore ini jalanan itu lumayan ramai oleh pejalan kaki, dan mereka mulai memberikan berbagai macam ekspresi.

Beatricia segera menengahi kedua orang—salah satunya hantu—sebelum mereka kembali beradu mulut dan membuat dirinya harus menahan rasa malu karena temannya berbicara sendiri. Walau kenyataannya tidak begitu.

"nah, Joan. Aku Beatricia, dan ini Ethan." Beatricia menunjuk ke arah Ethan yang menggeram kesal. "jadi, bisa kita lanjutkan perjalanan kita?"

Joan mengangguk dan kembali menghadap ke depan dan meneruskan perjalanannya yang sempat tertunda. Diam – diam Beatricia menghela nafas lega dan melirik Ethan yang bersedekap dengan wajah tertekuk di sampingnya.

"kau seharusnya tidak lakukan itu." kata Beatricia memperingatkan.

"melakukan apa?" kata Ethan tidak mengerti.

Beatricia menghela nafas singkat dan menggeleng. "kau tidak akan mengerti. Jadi lupakan saja."

"kau tidak bisa mempercayainya begitu saja." Ethan menambahkan.

"kau yang ingin kita mencari tahu." Kata Beatricia agak kesal.

Ethan berdecak. "ya, tapi tidak ada rencana untuk menggunakan jalan pintas."

"tidak ada salahnya, lagi pula sepertinya jalan dari jembatan itu berbahaya."

"kita belum tahu."

"kau ingin kita dalam bahaya saat melewatinya?" Beatricia merasa kesabaranya akan habis jika berdebat dengan Ethan. "lebih baik menggunakan alternative lain dari pada harus mengambil resiko."

"iya, iya."

Joan memasuki sebuah lorong kecil yang membawa mereka ke sebuah pintu kayu tua yang tertempel di dinding berbata merah. Beatricia mendongak menatap bangunan mirip rumah dari tempat pintu itu tertempel.

CURSE OF THE BLACK HEART (END-REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang