Sekali lagi Beatricia memeriksa isi dari catatan kecil yang tertempel disalah satu mainan di pintu kulkas. Melihat dari tulisannya saja Beatricia sudah tahu siapa pemiliknya, tulisan dari tinta merah dengan bentuk tulisan yang membuatnya seperti anak lima tahun yang baru belajar membaca. Huruf sambung tulisan tangan Genna Anyellen telah terlatih selama bertahun – tahun, neneknya itu lebih cocok menjadi dokter dari pada pembisnis.
Catatan itu sepertinya di tulis dengan terburu – buru, namun tetap memperhatikan kerapiannya sehingga tulisan tidak turun naik seperti bukit. Isi dari tulisan itu singkat, namun entah mengapa Beatricia merasa angin dingin mengelus tengkuknya.
"telepon aku jika kau sudah pulang."
Adalah isi dari pesan singkat itu. Mungkin Beatricia legah sebelumnya karena saat tiba di rumah—di mana jam sudah menunjuk pukul eman sore—dan tidak melihat sosok Genna dimana pun. Wanita itu akan mengamukinya jika dia tahu Beatricia pulang telat.
Dan sekarang dia harus menelepon neneknya, Genna pasti akan menyadari keterlambatan mengubunginya. Sepertinya Beatricia harus membuat sedikit skenario agar sang nenek dapat di tangani.
Dia menarik buku alamat milik ibunya dari dalam laci rak dan dengan tangan bergetar menelusuri nama – nama yang tercantum di sana. Dia harus mencoba dua kali untuk menghubungi nomor yang benar, sejujurnya Beatricia lebih menyukai menghubungi melalui ponsel pintar dari pada harus menggunakan telepon rumah, namun sayangnya neneknya tidak memiliki ponsel pintar tersebut.
"halo?" Beatricia terlebih dahulu bersuara saking paniknya, keheningan tercipta di ujung lain telepon.
"Beatricia? Kau baru menelepon?" terdengar deritan dari sebarang sana yang Beatricia yakin sang nenek sedang mengintip dari ruang tengah untuk melihat jam dinding di dapur. "sudah pukul delapan."
"ya," Beatricia mengambil nafas singkat. "aku baru selesai mandi, tadi sepulang sekolah ke rumah Ethan dulu."
"benarkah?"
"ya," kali ini Beatricia yakin neneknya akan mencurigainya, tidak hanya dari nada bicaranya yang terdengar ragu, Genna bisa saja langsung menelepon keluarga Carey untuk memastikannya.
"baiklah." Terdengar helaan nafas legah dari ujung sana. "maaf sayang, aku tidak bisa ke rumah mu malan ini. Namun aku sudah buatkan sup dan daging asap yang ku beli, ada di dalam kulkas, kau tinggal memanaskannya saja."
"baiklah, nenek."
"bagus, kerjakan tugas sekolah mu dan jangan tidur malam."
"baik."
"satu lagi, Beatricia." Beatricia menunggu dalam keheningan di ujung lain telepon. "pulanglah sebelum matahari terbenam. Dan jangan mempersilakan masuk orang tidak di kenal, bahkan jangan tampakkan wajah mu di hadapannya. Kunci pintu dan jendela, pastikan lampu teras belakang dan depan hidup, kau mengerti?"
Terdiam beberapa saat, Beatricia mengangguk yang segara di sadarinya tidak dapat di lihat oleh neneknya. "baik, nek. Aku mengerti."
"bagus, bagus." Terdengar suara debuman yang Beatricia yakini dari pintu yang di banting di ujung telepon. Lalu suara samar orang lain di ujung sana, Beatricia mengerutkan kening bingung, apakah neneknya tengah berkerja saat ini? "astaga, aku akan kembali, kau urus berkas – berkas itu dulu—Beatricia aku tutup teleponnya, sampai jumpa besok."
Telepon terputus tanpa membiarkan Beatricia membalas, dia menatap telepon itu lalu mengembalikannya. Beatricia menghela nafas legah dan kembali menuju kamarnya. Dia akan melupakan adanya daging asap di dalam kulkas, dia terlalu malas untuk memanaskan kembali makanannya, dan juga sebenarnya tengah mengikuti program diet di televisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
CURSE OF THE BLACK HEART (END-REVISI)
ParanormalBeatricia Deven hanyalah segelintir dari banyaknya anak 17 tahun dimuka Bumi, dan dari sejumlah remaja yang kesulitan menghadapi masa-masa muda di hidupnya. Karena memiliki tubuh yang gemuk dan penampilan yang buruk, dia kerap mendapatkan kekerasan...