Hoseok terdiam sesaat ia masuk ke dalam ruangan yang sama seperti hari sebelumnya.
"Kita akan minum teh?" tanyanya.
"Bersujudlah," ucap gadis kemarin. Ia duduk di bawah, mengenakan pakaian oriental dari kain indah yang dililit di tubuhnya. Rambut hitam legam digulung ke belakang dan wajah dipoles cantik.
Hoseok mengerutkan kening sebagai respon, "Bersujud? Kau bercanda?"
Di dekat gadis itu ada wanita yang menyambutnya kemarin, sedang membersihkan perabot yang Hoseok yakini adalah untuk membuat teh. Bersama dengan gelas-gelas kecil di atas meja rendah, terdapat bermacam kue-kue manis. Dipikir kembali, Hoseok memang belum sarapan. Ia menelan ludah.
Bukannya menjawab pertanyaan Hoseok, gadis itu balik bertanya, "Di luar barusan kau sudah cuci tangan, kan?"
"Di atas batu itu, kan? Sudah," jawab Hoseok tanpa jeda.
"Bagus. Langsung bersujud di sana." sang gadis menunjuk tempat Hoseok berpijak.
"Jika kau tak beritahu apa alasannya, aku tidak mau." Hoseok melipat kedua tangan di depan dada.
Sang gadis langsung memasang wajah jengkel. "Itu adalah salah satu alur upacara teh. Lakukan sekarang, tolong."
Hoseok tetap menatapnya dengan tatapan menghakimi. Namun, ia menurut. Ia mendarat di atas dua lututnya dengan hati-hati dan dua punggung tangan menempel dengan dahi. Hoseok bersujud pelan-pelan. Ia tak melihat ketika gadis itu tersenyum puas.
"Bagus. Duduk di situ," ucap sang gadis. Hoseok yang sudah bangun dari sujudnya langsung diam di tempat.
Ia perhatikan bagaimana wanita yang sudah selesai membersihkan peralatan teh barusan memberikan sebuah cangkir kecil padanya. Hoseok menerimanya tanpa protes.
"Hoseok. Taruh gelasnya di tangan kiri. Pegang dengan tangan kanan. Seperti ini." gadis tadi mempraktikkan.
Kening Hoseok mengerut. "Untuk apa?"
Gadis itu menarik napas di antara gigi-giginya. Tatapannya galak. "Ikuti saja."
Bola mata Hoseok berputar. Ia pun mengikuti gestur gadis itu dengan malas-malasan namun sempurna. "Begini?"
Tampak sang gadis tersenyum. "Bagus. Busungkan dada, punggung tegak."
Lagi-lagi Hoseok mengikuti. Meskipun begitu, kepalanya masih berpikir bahwa ini semua konyol.
Wanita yang memberinya gelas tadi sudah siap dengan tehnya. Ia menuangkan teh panas untuk sang gadis. Gadis itu menerima dengan tubuh agak dibungkukkan.
"Giliranmu, Hoseok."
Hoseok mengerutkan keningnya lagi. "Aku tidak bisa memegang benda panas!"
Gadis itu memarahi dengan tatapan dan tarikan napas yang sama. "Menurut saja apa susahnya?"
Hoseok merengek tak suka tapi tetap dilakukan. Teh dituang ke dalam gelas kecil dalam genggamannya. Nyatanya tidak panas, hanya hangat.
"Sekarang, minum teh itu sembari mengangkat dua tangan sekaligus. Pelan-pelan." sang gadis mempraktikkan. Dua tangan terangkat untuk meminum teh. Kemudian diturunkan kembali setelah menyesapnya pelan-pelan.
"Sekarang kau coba," gadis itu mempersilakan.
"Bolehkah aku bertanya terlebih dahulu?" Hoseok menyela. Sang gadis pun diam, menunggu pertanyaan Hoseok.
"Untuk apa kita melakukan ini? Bukankah aku di sini untuk belajar bertarung? Bahkan kalian berdua belum memperkenalkan diri!"
Sang gadis menghembuskan napas dari hidung. Gelasnya disimpan di bawah dengan gerakan anggun. Ia tampak jengkel namun tampak juga ia sedang menahan amarahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[jhs] Apprentice of Evil ✔
Historical FictionHoseok merelakan mimpinya untuk memenuhi wasiat sang Ayah. Namun, siapa sangka? Hoseok betul-betul dibuat bertekuk lutut oleh seorang gadis. Gadis kecil yang tampak tak berdaya itu tampak seperti monster. Namun, Hoseok tidak tahu dibalik semua itu...