SEVEN

907 189 36
                                    

"Tidakkan kau terlalu keras padanya? Aku tahu dia sering bersikap tidak sopan, tetapi belum ada apapun yang masuk ke dalam perutnya dan sekarang matahari sudah bergeser ke barat. Dia bisa sakit."

Meili menorehkan sejumlah cat di atas kanvas, membuat gradasi. "Jika kau begitu peduli padanya, lakukan sesuatu."

Anna menelan ludah. Ia turunkan kembali tirai yang ia buka sebelumnya untuk melihat pria yang bekerja di luar. "Kau tahu aku tidak akan melakukan apapun tanpa perintah darimu, Nona."

"Jika kau tahu, mengapa kau khawatir? Dia akan baik-baik saja."

Tatapan sendu Anna berikan pada punggung Meili yang menghadapnya. Ia tahu Meili lebih dari siapapun.

"Kau tak pernah sekeras ini sebelumnya. Ini baru hari kedua. Ada apa?"

Mungkin pertanyaan Anna menyinggung sesuatu di dalam diri Meili, dilihat dari bagaimana torehan kuasnya tampak ragu-ragu.

"Tidak ada apa-apa," jawab Meili dengan ketusnya. Namun, Anna tahu bibir gadis itu bergetar di tempat.

Menghela napas, wanita berambut pirang itu mendekat dan mendekap Meili dari belakang. Dikecupnya ringan kepala sang gadis dan sebelah tangannya mengusap bahu Meili yang menegang.

"Kau tahu, aku juga merasa kehilangan," bisik Anna ringan. Pelan-pelan jemarinya menyisir rambut hitam sang gadis yang jatuh hingga pinggang.

Meili ingin sekali menutup telinga dan melanjutkan gambarnya. Tapi bayangan-bayangan mengerikan yang terkubur dalam ingatannya seolah bangkit kembali. Tangannya yang memegang kuas bergetar hebat, menyebabkan lukisannya berantakan.

"Tapi kumohon," Anna melanjutkan. Kepala bersandar di ubun-ubun Meili. "Janganlah kau melampiaskan amarahmu pada Hoseok."

"A-Aku tidak melakukan itu."

Berlawanan dengan suaranya yang kecil, Meili menjatuhkan palet dan kuas ke lantai dengan kasar. Dua tangan yang kotor pun ia gunakan untuk menggosok wajahnya yang gundah.

"Bagus jika kau tidak melakukannya." Anna masih berkata lembut. Punggung Meili pun terus-terusan diusap untuk menghibur. "Hoseok adalah pria baik. Seorang koreografer teater yang profesional. Memiliki latar belakang keluarga ksatria, tetapi menolak untuk menggeluti karir seperti ayahnya. Sekarang ayahnya meninggal, dia bersikukuh menghidupi mimpi ayahnya yang tak tercapai ketika hidup."

"Aku tidak butuh riwayat hidupnya," ucap Meili keras kepala.

"Kau harus tahu latar belakang muridmu jika kau ingin melatihnya." Anna memberi alasan, menggunakan nada yang sama seperti saat Meili membujuk Hoseok bekerja. Meili pun tertawa pelan.

"Apakah kau harus menggunakan nada bicaraku?" Meili menoleh dan ekspresinya tidak sesuram yang Anna kira. Anna pun melempar senyum.

"Tentu saja. Dengan begitu kau pasti mendengar."


***


Jungkook berlutut di depan Raja Timur saat dirinya dipanggil ke istana utama pada siang hari itu. Sang Raja tampak serius. Jungkook pun menunduk, merasa tidak perlu berhadapan dengan wajah Kim Taehyung yang tidak senang.

"Anda memanggilku, Yang Mulia?" tanyanya.

"Apa yang sebenarnya terjadi pada ibuku?" serang Taehyung tanpa basa-basi, membuat Jungkook tersentak.

"A-Aku.. Aku sendiri tidak tahu.." Jungkook mengusahakan jawaban.

Mendengar itu, Taehyung tentu marah besar. Ia langsung meninggikan suara. "Bagaimana bisa kau tidak tahu?! Kau bersamanya setiap saat dan--!"

[jhs] Apprentice of Evil ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang