"Tabib tidak akan datang sampai dua hari ke depan karena malam ini diramalkan akan ada badai besar."
Anna menutup gulungan kertas yang baru saja sampai dibawa oleh elang pembawa pesan. Wajahnya jelas tidak bahagia. Begitupun dengan Meili yang menggigiti kukunya dengan panik.
"Lalu apa yang harus kulakukan?!"
Anna berbalik untuk menyentuh bahu Meili dan meremasnya pelan, menghibur. "Sabar. Kita lakukan semampu kita untuk merawatnya sampai tabib datang."
"I-ini salahku. Aku tahu aku tidak seharusnya melakukan itu padanya. Aku mengacau. Aku tahu aku mengacau." Meili bergumam dengan paniknya. Dua tangan gemetaran, tak bisa ia merasa tenang.
Tiba-tiba, Anna mengambil dua tangan Meili agar gadis itu tidak terlalu terguncang. Sebuah senyum simpul ia berikan.
"Tidak ada yang bilang ini adalah salahmu. Hoseok akan sembuh. Sakitnya bukan suatu hal yang parah. Jangan melebih-lebihkan."
Meili masih pada tahap tidak bahagia. Dengan satu hembusan napas, Anna pun menyeret gadis itu ke ruang tengah.
Anna memaksa Meili untuk duduk di armchair warna merah delima yang sudah pucat kulitnya. Ia bentangkan selimut di pangkuan Meili dan menyalakan perapian.
"Diam di sini. Aku buatkan chocolat chaud."
Meili benar-benar diam. Dua tangan dikepal agar tidak terlalu banyak gemetar. Api membara di tungku perapian menjadi fokusnya.
Setiap mendengar kata sakit, Meili memang tidak pernah bisa meresponnya seperti biasa. Dirinya langsung terguncang, seolah kejadian lalu-lalu kembali muncul ke permukaan ingatannya.
Anna tidak meninggalkannya terlalu lama. Ia kembali dengan sebuah mug putih berisi chocolat chaud kesukaan Meili sejak masa kecilnya. Coklat merupakan salah satu hal yang bisa mengembalikan Meili untuk bisa berpikir jernih.
"Terima kasih," ia bergumam. Meili sesap chocolat chaud itu pelan-pelan, meninggalkan noda coklat di atas bibirnya.
Anna tersenyum melihat Meili sudah mulai tenang.
"Aku akan mengganti kompres Hoseok. Kau bisa di sini untuk membaca." Anna menyodorkan beberapa buku lama yang menjadi favorit Meili beberapa bulan terakhir. "Jika sudah ingin tidur, panggil saja aku. Nanti akan aku siapkan mandi dan tempat tidur untukmu."
Meili mengangguk. Chocolat chaud hangat kembali disesap. Atas satu gestur itu, Anna pun pergi.
***
Malam itu, Ratu Taeyeon terlelap dengan pulasnya di atas ranjang. Tubuhnya miring ke kiri. Dua tangan menggenggam tangan Jungkook yang belum tidur.
Pria itu duduk menyila di atas lantai yang dingin. Ia tidak peduli meski sudah duduk di sana selama berjam-jam.
Jika ia bisa melihat betapa tenang dan tentram sang ratu ketika tidur, Jungkook sama sekali tidak masalah.
Sesekali ia akan diam, meremas tangan sang Ratu yang menggenggamnya erat. Lalu Jungkook akan memangku dagunya di atas ranjang. Sebelah tangan yang bebas ia gunakan untuk merapikan poni sang Ratu yang jatuh hingga mata.
Rasanya semakin hari, satu per satu lapisan dalam diri sang Ratu terkuak di hadapannya. Setiap hari ada saja hal baru yang Jungkook pelajari tentangnya.
Meski sudah sering kali tidur bersama ataupun berbagi ciuman mesra, Jungkook tahu betul bahwa sebetulnya ia tidak mengenal sang ratu sama sekali.
Rasanya aneh, bisa mencintai secara tulus seseorang yang sama sekali Jungkook tidak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[jhs] Apprentice of Evil ✔
Historical FictionHoseok merelakan mimpinya untuk memenuhi wasiat sang Ayah. Namun, siapa sangka? Hoseok betul-betul dibuat bertekuk lutut oleh seorang gadis. Gadis kecil yang tampak tak berdaya itu tampak seperti monster. Namun, Hoseok tidak tahu dibalik semua itu...