THIRTY NINE

555 134 86
                                    

Mencium wangi sup pengar membuat kesadaran Meili muncul kembali.

Bersama beberapa pelayan, Hoseok datang membawa sebuah meja makan kecil berisikan sup pengar dan nasi. Setelah memposisikan Meili untuk duduk dan menyimpan meja makan kecil tersebut di atas pangkuan Meili, Hoseok mengusir semua pelayannya untuk memberikan privasi.

"Aku bisa makan sendiri," putus Meili ketika Hoseok mengambil alih sendok dan sumpitnya.

"Diam. Biar aku," tegas Hoseok dengan ekspresi serius. Ia langsung menyendok sup dan mengambil beberapa sayuran di dalamnya lalu menyuapkannya ke dalam mulut Meili.

Gadis itu mengunyah sarapannya setengah hati. Meili tidak tahu ia sedang berada dalam situasi apa sekarang.

Sekeras apapun Meili berpikir, ia masih tidak bisa memahami Hoseok. Seharusnya Meili pulang, tetapi Hoseok malah menahannya di sana. Untuk apa? Tidak tahu.

Namun, entah mengapa, semua hal yang terjadi sejak tadi malam terasa seperti cara Hoseok untuk membujuk Meili untuk menyetujui apapun itu yang Hoseok minta.

Pernikahan.

"Hoseok," panggil Meili setelah menelan makanan di mulutnya.

Hoseok segera berpaling ke arahnya. "Hm?"

Meili tidak langsung mengutarakan apa yang dia maksud. Matanya menilik ke dalam wajah Hoseok lamat-lamat sebelum bertanya, "Aku bisa pulang setelah ini, kan?"

"Tergantung," jawabnya sambil memberi suapan untuk Meili.

"Tergantung apa?"

Hoseok menatap kanopi kasurnya seolah sedang berpikir. "Tergantung jika kau sudah sehat. Tergantung jika kau..."

"Aku apa?"

"Hm. Tidak jadi, deh."

Meili menahan Hoseok yang hendak menyendok sup lagi. "Tidak. Katakan padaku."

Hoseok terdiam. Napas yang keluar dari hidungnya terdengar berat. Lalu ia melirik Meili.

"Jika kau setuju untuk menikahiku, mungkin aku bisa melepasmu pergi."

Meili menatap Hoseok tidak percaya. Punggungnya disandarkan ke belakang. "Kau masih memikirkan itu? Kau sedang mengancamku atau apa?"

"Tidak. Aku sedang memberimu waktu untuk berpikir."

Meili betul-betul tidak tahu harus seperti apa lagi merespon keinginan Hoseok. Bukan berarti Meili membencinya, tetapi ini pertama kali seseorang mengatakan mereka menyukai Meili dan berniat menikahinya.

Jikapun Meili pernah memikirkan kejadian semacam ini, Meili tidak pernah menyangka bahwa seseorang itu adalah Hoseok.

"Aku tidak bisa berpikir seperti ini." Meili berterus terang. "Aku merasa kau seperti sedang memaksaku, Seok."

"Jika aku memang sedang memaksamu, kenapa? Aku sudah memiliki perasaan ini sejak berminggu-minggu yang lalu. Kukira kau menyukaiku juga."

"Menyukaimu bukan berarti aku harus langsung menikahimu, Hoseok!" Meili memberi alasan, mencoba agar Hoseok juga ikut berpikir bahwa ini semua terjadi begitu cepat.

Hoseok tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ia tidak pernah memaksakan kehendak. Sorot matanya pun berubah.

"Yang bisa kusimpulkan," Hoseok menyendok sup dan menjejalkan sendoknya ke dalam mulut Meili.

"Kau datang ke rumahku tadi malam adalah kesalahan besar."


***

[jhs] Apprentice of Evil ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang