TWENTY TWO

551 141 68
                                    

Hoseok menghentikan kudanya di sebuah makam yang pernah ia lewati bersama Jungkook saat perjalanan ke rumah Meili.

Dulu, Hoseok belum tahu ini makam siapa. Meskipun Jungkook tidak katakan apapun padanya, Hoseok tahu batu tersebut adalah penanda makam. Setelah satu bulan, Hoseok ketahui bahwa itu adalah makam ibunda dari Meili.

Matanya memindai sekitar. Sebuket bunga lili yang familiar ditaruh di atas salju dan setangkai bunga liar tergeletak di sampingnya. Mungkin itu perbuatan Meili. Kemudian, di atas salju banyak bekas jejak kaki. Bukan hanya jejak kaki kuda, tetapi juga Meili dan satu orang lagi.

Hoseok memicingkan mata. Ia tahu ada orang lain bersama Meili. Jejak kakinya terlihat lebih besar. Jejaknya mengarah turun ke bawah bukit, tenggelam di antara ceruk-ceruk tebing.

Ia menarik tali kuda untuk berjalan menuju tebing terdekat. Hoseok sudah nyaris sampai ke kaki gunung. Pemukiman mulai terlihat dan daerah ini merupakan teritori Kerajaan Selatan. Hoseok bisa saja turun lalu berjalan lurus menuju benteng perbatasan tempat teaternya bermukim.

Tapi Hoseok punya tujuan lain. Hatinya sudah penuh oleh rasa amarah dan gemas pada seorang gadis tertentu yang menurut Hoseok terlalu gegabah.

Keputusannya bulat. Hoseok tidak melirik satu kalipun ke arah benteng terluar yang tampak dari sana. Kudanya kembali dipacu turun ke kaki gunung.

Meili adalah tujuannya.


***


Ketika Meili duduk di sebuah meja pilihan Jungkook, ia bisa merasakan bagaimana hatinya menjadi resah.

Terlalu banyak orang. Terlalu banyak pria-pria bersenjata. Kebanyakan pelanggan kedai tersebut adalah para pemburu yang mencari makan di hutan di atas gunung. Bukan hanya perasaan sebagai seorang perempuan kecil yang dikelilingi lelaki-lelaki besar. Tetapi, ini adalah pertama kali Meili ke luar rumah setelah bertahun-tahun berada di puncak gunung.

Dan Jungkook sadar betul gerak-gerik Meili yang tidak nyaman. Ia langsung menggenggam tangan sang gadis dan meremasnya pelan.

"Ada apa?" bisik Jungkook lembut. "Terlalu ramai?"

Meili mengangguk pelan. Tanpa sadar ia merapat dengan Jungkook. "Aku sudah lama tidak bertemu orang banyak."

Wajah Jungkook menampakkan raut khawatir. Genggaman tangannya mengerat, bermaksud menghibur.

"Ingin pergi ke tempat lain?" tanyanya pelan. Wajah mendekat karena suasana kedai terlalu bising.

Meili menggeleng kali ini. "Aku mau makan bersamamu di sini. Aku... juga ingin mengenang masa lalu."

Jungkook tersenyum melihat Meili yang berlagak malu. Tangannya berpindah untuk mendekap Meili dan mencium sisi kepalanya.

"Aku di sini. Seharusnya kau baik-baik saja."

Meili menyimpan senyum. Rasanya hangat bisa bersama Jungkook lagi. Pria itu selalu bisa membuat Meili merasa aman dan lenggang. Rasanya seperti kembali ke rumah.

Jungkook sudah memesan makanan. Menu yang ia pesan pun serupa seperti saat dulu. Membuat dada Meili terasa seperti dikerubungi oleh kupu-kupu. Hari yang dimulai dengan rasa amarah langsung meleleh setelah pertemuannya dengan Jungkook.

"Jadi, bagaimana kabarmu akhir-akhir ini? Sudah berapa murid yang kau ajar?"

Jungkook mengambil sumpit dan langsung menyeruput kalguksu yang disajikan oleh bibi kedai. Meili yang menonton sampai terkesima. Jungkook memang punya nafsu makan yang tinggi.

[jhs] Apprentice of Evil ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang