Hoseok putuskan untuk tinggal dulu untuk hari itu.
Alasannya adalah untuk membereskan isi kepalanya yang kacau. Ketidakhadiran Meili yang tiba-tiba membuat Hoseok menjadi tidak teratur.
Anna pun membiarkan Hoseok dengan apapun yang dia mau. Kecuali makan siang dan malam karena jadwalnya tidak akan berubah.
Hoseok ikuti rutinitasnya yang biasa setelah sarapan. Ia lari pagi ke puncak lalu pergi bersih-bersih. Baru setelah itu ia masuk ke ruang lukis.
Ruangan itu tidak berubah sejak terakhir kali Hoseok di sana. Tumpukan kanvas berceceran di lantai, ikut mengotori lantai yang sudah warna-warni akibat cat yang tumpah-tumpah. Kaleng cat juga ditumpuk sembarangan di dekat easel yang berdiri di dekat jendela. Kemudian meja kecil untuk menulis yang sudah sangat familiar dengan Hoseok juga ada di sisi timur ruangan.
Ada sebuah surat di meja rendah tersebut. Hoseok langsung menghampiri dan membuka isinya.
Di sana terdapat tulisan tangan Meili yang rapi, menyebutkan beberapa tugas untuk Hoseok selama Meili pergi.
Hoseok tidak memerhatikan tugas apa yang harus ia lakukan jika ingin tinggal dan tidak berniat mogok dalam mengerjakannya. Hoseok akan mengerjakannya, pasti. Namun, pikirannya saat ini masih bertanya-tanya, apa yang membuat Meili pergi tanpa memberitahu apapun pada siapapun?
Hoseok mendesah pelan. Ia merebahkan tubuhnya di lantai ruangan itu dan menyimpan surat dari Meili di dadanya.
Sangat aneh melalui hari tanpa Meili.
Hoseok melirik ke arah easel dengan kanvas kosong dijepit di atasnya. Ia mengingat bagaimana punggung Meili saat sedang melukis di sana. Rambut hitamnya yang jatuh keluar dari gulungannya selalu membuat Hoseok gatal untuk merapikannya.
Jujur saja, Meili adalah yang paling cantik ketika sedang melukis atau memegang pedang. Tidak ada perempuan manapun yang menandingi kecantikannya. Kim Jiyeon sekalipun kalah telak, menurut Hoseok.
Pandangan Hoseok jatuh pada kotak kecil yang sering Meili gunakan sebagai tempat sampah. Banyak gulungan dan remukan kertas di sana. Beberapa banyak yang tidak masuk lolos ke kotak tersebut.
Hoseok memungut satu yang tergeletak di dekatnya. Hasil remasan kertas tersebut Hoseok buka pelan-pelan, penasaran dengan gambar apa yang membuat Meili frustasi kali ini.
Keningnya mengerut saat menangkap tulisan tangan yang sama seperti yang ia terima barusan.
Meili menulis surat, bukan sketsa. Dan tujuannya bukan Hoseok.
Hoseok bangkit duduk agar bisa membaca dengan teliti. Tinta yang ditorehkan tampak masih baru. Mungkin Meili menulisnya tadi malam atau tadi subuh.
Surat itu tidak selesai. Mungkin ada kata-kata yang salah sehingga Meili putuskan untuk membuangnya.
Hoseok mengambil kertas kusut lain yang tercecer di lantai. Isinya mirip. Hanya dengan rangkaian kata yang berbeda.
Beberapa kertas Hoseok pungut dan membacanya satu persatu. Meili menulis di banyak kertas dan tiap dari mereka tidak ada yang selesai. Semua kertas itu diremukkan dan dimaksudkan untuk dibuang.
Semua isi suratnya mirip. Semua tujuannya juga sama.
Hoseok terbirit keluar dengan beberapa kertas di tangan. Ia menemukan Anna sedang mencuci piring bekas sarapan di dapur. Tanpa basa-basi, Hoseok menyentakkan tiga lembar kertas kusut ke atas meja makan, mengejutkan Anna dari tempatnya bekerja.
"Kau mengagetkanku, Hoseok," tegurnya jengkel. Dua tangan penuh busa. "Ada apa?"
Hoseok sendiri sedang tidak ingin bercanda. Ia menatap Anna lurus-lurus dan bertanya, "Kau tahu soal ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[jhs] Apprentice of Evil ✔
Fiksi SejarahHoseok merelakan mimpinya untuk memenuhi wasiat sang Ayah. Namun, siapa sangka? Hoseok betul-betul dibuat bertekuk lutut oleh seorang gadis. Gadis kecil yang tampak tak berdaya itu tampak seperti monster. Namun, Hoseok tidak tahu dibalik semua itu...