----------
Sepiring daging ayam cincang terletak di atas meja, bergabung dengan semangkok sayur bayam, tempe goreng, sambel dan nasi putih, dikedua sisinya sudah ada 2 piring, dua pasang sendok-garpu beserta dua gelas berisi air. Jessie melepaskan apron polkadot yang terpasang lalu meletakkan di pantry sebelum ke ruang tengah memanggil Renan.
"Ren?" panggilnya.
Renan yang berdiri di balkon berbalik, sebelah tangan menahan ponsel yang menempel di telinga, pemuda itu menunjuk ponselnya memberitahu Jessie kalau ia sedang berbicara dengan seseorang. Jessie mengerti, lalu menjauh memberi Renan privasi untuk bicara.
Jessie menarik kursi untuk duduk, kemudian mengambil ponsel membuka beberapa pesan masuk, sebelum membaca yang lain, ia lebih dulu membaca pesan dari Ily. Senyum Jessie terbit, jari-jarinya yang lentik menari cepat di atas layar mengirim pesan balasan, rambutnya yang masih basah mengeluarkan aroma lemon, baunya begitu menyegarkan untuk Jessie yang menghabiskan paginya dengan berolahraga.
"Kak, ponselnya dimatiin dulu!" titah Renan, menarik kursi di depan Jessie.
Sambil mengangguk Jessie meletakkan ponselnya dengan posisi terbalik. Kebiasaan keluarga, pada saat makan bersama tidak boleh ada yang memegang ponsel. Renan masih mengikuti aturan itu ke mana pun ia pergi, berbeda dengan Jessie yang perlahan lupa, mungkin karena Jessie sudah lama tidak melakukannya.
Sebagai kakak tentunya Jessie memberikan perhatian pada Renan, mengambilkan lauk dan memintanya makan. Jessie tersenyum ikut makan, terakhir kali makan siang bersama 2 bulan yang lalu sebelum Renan kembali ke Australia.
"Renan."
"Kita lagi makan," sahut Renan, memasukkan nasi ke dalam mulutnya.
"Tapi Kakak mau ngomong."
"Ya ngomongnya nanti aja!"
"Kalau Kakak lupa, gimana?"
Renan mendongak ke depan, menatap Jessie serius. "Apa karena udah lama nggak makan bareng jadi Kakak lupa adab keluarga?" gerundel Renan kembali makan.
Jessie tersenyum getir. Kalau orang lain yang mengatakan demikian mungkin ia tersindir, tapi ini Renan, sekali pun Renan berucap kasar padanya, ia tidak akan memasukkannya ke dalam hati, ia tahu dari kecil mulut Renan seperti apa, jangankan pada Jessie, saat bicara pada kakak mereka Renan akan bicara lebih pedas lagi.
"Mungkin. Hampir dua tahun kalau nggak sal---"
"Itu tiga tahun!" sentak Renan mengingatkan.
Terakhir kali Jessie makan bersama keluarga besar mereka tiga tahun yang lalu bukan dua tahun. Sudah lumayan lama, wajar kalau ia lupa.
Jessie terkekeh, ia benar-benar lupa. Renan mendesis kesal meneguk minumannya sampai tandas lalu berdiri ke arah kulkas membelakangi kakaknya. Kekehan Jessie mereda seraya mengigit bibir bawahnya. Benar-benar sudah lama, ia tidak menyangka bisa sejauh ini, hidup tanpa keluarga di sampingnya membuat dirinya sebatang kara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHOW ME (Tamat)
Romance(FOLLOW SEBELUM MEMBACA) Karma is real. Itu pepatah yang cocok menggambarkan nasib Saka Rivano Thomas, sang dokter muda yang disibukkan mengejar cinta Jessie, sahabat sang adik, sekaligus wanita yang telah ditolaknya enam tahun lalu. Segala bujuk ra...